Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

EVALUASI RUANG PUBLIK SEBAGAI RUANG SOSIAL YANG RAMAH ANAK PADA PEREMAJAAN RUSUNAWA TAMBORA Suteja, Mekar Sari; Ratnaningrum, Dewi; Anggraini, Diah
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v2i2.1738

Abstract

The policy on the implementation of development and maintenance of Child Friendly Integrated Public Spaces (RPTRA) in early 2015 is an effort of the Jakarta Provincial Government to increase social interaction between residents living in high-density dwellings so that mutual cooperation can be formed. The acceleration of the construction of Flats and its renovation, which is largely devoted to Low-Income Communities in Jakarta and demanding efficient land use, is often not child-friendly and ignores the need for social interaction of citizens on the grounds of being able to get large public open spaces. This research was conducted at the Tambora Baru Flats which was the result of renovation of the old towers that were already unfit for both physical, and social problems of the residents (Ratnaningrum & Suteja, 2012). This study aims to evaluate the post-habitation use of child-friendly public spaces that occur in shared spaces in the Tambora Baru Flats, which is considered as one of the 3 pilot Flats in Jakarta. The method used is qualitative descriptive which refers to the post-occupancy evaluation method. Data collection was carried out using participant observation method, in-depth interviews and Focus Group Discussions (FGD), as well as through surveys with questionnaires, photographs and mapping. The result of this study is expected to be an input for the design and provision of public space as child-friendly social interaction space in the construction or renovation of high-rise flats in Jakarta.Keywords: evaluation, public space, social space and child friendlyKebijakan mengenai pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) pada awal tahun 2015 merupakan usaha Pemprov DKI dalam meningkatkan interaksi sosial antar warga yang tinggal di hunian berkepadatan tinggi agar sifat kegotong-royongan mereka dapat terjalin. Percepatan pembangunan Rumah Susun dan peremajaannya yang sebagian besar dikhususkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di DKI Jakarta dan menuntut efisiensi penggunaan lahan, seringkali tidak ramah anak dan mengabaikan kebutuhan interaksi sosial warga dengan alasan untuk dapat mendapatkan ruang terbuka publik yang besar. Penelitian ini dilakukan pada Rusunawa Tambora Baru yang merupakan hasil peremajaan dari rusun lama yang sudah tidak layak huni baik secara fisik dan masalah sosial penghuni (Ratnaningrum & Suteja, 2012).  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi  pasca huni pemanfaatan ruang publik ramah anak yang  terjadi di ruang-ruang bersama pada Rusunawa Tambora Baru , yang dianggap sebagai salah satu dari 3 Rusunawa percontohan di DKI Jakarta. Metode yang dilakukan bersifat diskripsi kualitatif dan mengacu pada metode evaluasi pasca huni. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi partisipatif, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD), serta melalui survey dengan kuisioner, pembuatan  foto dan pemetaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perancangan dan penyediaan ruang publik sebagai ruang interaksi sosial yang ramah anak pada pembangunan atau peremajaan rusunawa-rusunawa berlantai tinggi di Jakarta. Kata kunci:  evaluasi, ruang publik, ruang sosial dan ramah anak 
PENINGKATAN FASILITAS TAMAN BACA RPTRA ABDI PRAJA PESANGGRAHAN - JAKARTA SELATAN Nina Carina; Diah Anggraini; Mekar Sari Suteja; Maria Veronica Gandha
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 3, No 1 (2020): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (975.495 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v3i1.8040

Abstract

Parks initially had two functions, an ecological function or green open space and a passive social function. But along with the changes in the types and patterns of activities and lifestyles, and also because of limited land, a park no longer only bears these two functions but will be empowered to become a park with a variety of interactive community functions. For this reason, the DKI Jakarta Provincial Government has decided to develop a public space that functions more than just green space, called the RPTRA (Child Friendly Integrated Public Space). The addition of the concept of child-friendly is a form of government commitment to improve the quality of life of the community, especially families and children. This paper is the result of a study in the context of carrying out community engagement activities with the target of improving reading park facilities in the Abdi Praja RPTRA, Pesanggrahan Village, South Jakarta. The method of implementation refers to a participatory approach, by exploring the perceived problems of Partners, the views of citizens, hopes for the existence of the current Abdi Praja RPTRA, to then be identified and sought a joint solution to overcome the existing problems. This activity resulted in the addition of collections, education to children in RPTRA in the form of training in coloring and puzzle making. In addition, the provision of workshops can make RPTRA closer and beneficial for visitors of childhood. The addition of an interesting collection of books also the addition of educational children's educational tools in the form of puzzles made by children in fact makes the park more often visited and used as its functionABSTRAK:Taman pada awalnya memiliki dua fungsi, yaitu fungsi ekologis atau ruang terbuka hijau dan fungsi sosial yang bersifat pasif. Namun seiring dengan adanya perubahan jenis dan pola aktivitas serta  gaya hidup, dan juga karena adanya keterbatasan lahan, maka sebuah taman tidak lagi hanya menyandang dua fungsi tersebut namun akan diberdayakan menjadi sebuah taman  dengan fungsi komunitas interaktif ragam fungsi. Untuk itu Pemprov DKI Jakarta  memutuskan mengembangkan ruang publik yang berfungsi lebih dari sekedar RTH, dengan sebutan RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak). Penambahan konsep ramah anak merupakan wujud komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya keluarga dan anak. Tulisan ini merupakan hasil kajian dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat dengan target peningkatan fasilitas taman baca di RPTRA Abdi Praja, Kelurahan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Metode pelaksanaannya mengacu pada pendekatan partisipatif, dengan menggali  permasalahan Mitra yang dirasakan, pandangan warga, harapan terhadap keberadaan RPTRA Abdi Praja saat ini, untuk kemudian diidentifasi dan dicarikan solusi bersama untuk mengatasi persoalan yang ada. Kegiatan ini menghasilkan penambahan koleksi, edukasi kepada anak-anak di RPTRA berupa pelatihan  proses mewarnai dan pembuatan puzzle. Selain itu pengadaan workshop dapat membuat RPTRA menjadi lebih dekat serta bermanfaat bagi pengunjung usia kanak-kanak. Penambahan koleksi buku yang menarik juga penambahan alat permaianan anak edukatif berupa puzzle yang dibuat sendiri oleh anak-anak secara nyata membuat taman baca lebih sering dikunjungi dan dimanfaatkan sebagaimana fungsinya
GERILYA ALOR MELAWAN SAMPAH PLASTIK LAUT, PENGELOLAAN DOMESTIK DAN BERBAGAI PERJUMPAAN Klara Puspa Indrawati; Antonius Tan; Mekar Sari Suteja
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 2, No 2 (2019): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1127.012 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v2i2.7246

Abstract

Beberapa tahun terakhir, Kabupaten Alor dihadapkan pada pola konsumsi baru yang berakibat pada melonjaknya jumlah sampah plastik. Pemerintah setempat belum memiliki strategi pengelolaan sampah plastik di level domestik maupun di level kabupaten yang memadai. Saat ini sampah plastik telah mencemari laut dan pesisir, padahal pariwisata bawah laut sedang berkembang di berbagai pesisir Alor hari ini. Jenis pariwisata ini membutuhkan situasi ekosistem pesisir yang sehat, namun aktivitas bisnis penginapan dan penyelaman yang tidak diatur oleh regulasi pemerintah juga berpotensi menjadi penghasil sampah plastik. Perjumpaan warga lokal dengan gelombang tren pariwisata bawah laut ini menghasilkan kesadaran untuk membersihkan laut dan pesisir dari polusi sampah plastik. Para pemerhati lingkungan Alor bekerja secara kolektif dan menghasilkan progres. Tim PKM Untar berkesempatan turut berkontribusi melalui workshop kolaboratif dengan jejaring “Plastic Free Ocean Network” (PFON-Alor) untuk anak-anak di pesisir Kadelang dan Alor Kecil demi membangunkan gema kesadaran yang semakin besar dan semakin awal di level domestik. Anak-anak merupakan agen perubahan yang diharapkan mampu mendorong perilaku mereduksi maupun mengelola sampah plastik secara berkelanjutan dalam sebuah keluarga. Workshop untuk anak yang telah diselenggarakan di dua desa pesisir menunjukkan kebutuhan program edukasi informal tentang sampah plastik bagi warga Alor. Seluruh gerilya melawan sampah plastik ini dilatarbelakangi oleh kuatnya ikatan historis, spiritual, dan kultural warga Alor dengan laut yang mengelilinginya.
PENYEDIAAN DESAIN SEKAT BELAJAR DI SMK TRIGUNA JAKARTA SELATAN UNTUK PROGRAM LURING NEW NORMA Nina Carina; Mekar Sari Suteja; Maria Veronica Gandha
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 4, No 2 (2021): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jbmi.v4i2.13014

Abstract

The practice of New Normal during the COVID-19 pandemic has affected the education system. The implementation of WFH (work from home) or BDR (learning from home) becomes a mandatory requirement all red zone areas in Indonesia. Some drawbacks from BDR are occurred, including the lack of accuracy in teaching material delivery and the lack of supporting facilities for learning from home also found in the teaching activities in SMK Triguna 1956. As the Jakarta Pintar cardholders, the students in this school were not able to carry out online exams due to the absence of such facilities in their homes. Based on that, the school management had submitted a proposal for practical exams in the school, especially for class XII students. This proposal led to the procurement of a supporting facility for COVID-19 transmission prevention, such as the use of a partition that should not obstruct student’s view of the blackboard which is expected to minimize the risk of transmission through droplets and airborne. In collaboration with the UNTAR’s PKM Team, several research activities were undertaken, including literature studies, discussions with teachers and school principals, spatial surveys, material assessment, as well as space measurements. The results from this research propose three design alternatives and five kinds of partition. The entire partitions were built as a mock up and been tested for their rigidity, visual ease, and the movement space. From those tests, the most recommended design was selected and followed by mass duplication per necessary needs. Through the partition installations in the classroom of SMK Triguna 1956, it is hoped to encourage the class XII students in the face-to-face teaching (offline learning), and it can also facilitate the examination properly to meet the prevention rules of COVID-19 transmissionABSTRAK:Pemberlakukan New Normal selama pandemi COVID-19 mempengaruhi sistem pendidikan. Penerapan sistem WFH (work from home) atau BDR (belajar dari rumah) menjadi hal wajib di seluruh daerah dengan kategori zona merah di Indonesia. Beberapa kekurangan BDR seperti tidak tersampaikannya materi ajar secara akurat dan kurangnya fasilitas pendukung belajar dirumah yang memadai menjadi masalah utama yang dijumpai pada kegiatan belajar di SMK Triguna 1956. Sebagai pemegang Kartu Jakarta Pintar, murid-murid di sekolah ini tidak dapat melaksanakan ujian daring (dalam jaringan) karena ketiadaan fasilitas di rumah para siswanya. Berdasarkan hal tersebut, pengelola sekolah mengajukan usulan ujian praktik di sekolah, khususnya bagi siswa kelas XII. Hal ini memerlukan pengadaan fasilitas pendukung protokol pencegahan penularan COVID-19, seperti penggunaan partisi yang diharapkan dapat memperkecil resiko penularan melalui droplet maupun airborne tanpa menghalangi pandangan siswa ke papan tulis. Bekerja sama dengan Tim PKM UNTAR, beberapa kajian dilakukan seperti studi literatur, diskusi dengan guru dan kepala sekolah, survei ruang, studi bahan hingga pengukuran ruang gerak. Kemudian dihasilkanlah 3 alternatif desain dan 5 macam contoh partisi. Keseluruhan contoh partisi dibuat mock up nya dan diuji terhadap kekakuan dan kekuatan bahan, kebebasan visual dan ruang gerak. Dari hasil tersebut diperoleh 1 desain yang paling direkomendasikan untuk menjadi sekat belajar dan digandakan sesuai jumlah kebutuhan. Dengan terpasangnya partisi pada ruang kelas SMK Triguna 1956 dari kegiatan PKM, diharapkan dapat mendukung siswa kelas XII untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka dengan sistem luring (offline), serta memberikan fasilitas memadai bagi pelaksanaan ujian yang memenuhi protokol kesehatan guna pencegahan penyebaran COVID-19
PENYEDIAAN FASILITAS PAPAN TULIS, MADING DAN INFORMASI UNTUK PEMBELAJARAN TATAP MUKA MASA PANDEMI DI SMA TRIGUNA 1956 Mekar Sari Suteja; Nina Carina
PROSIDING SERINA Vol. 1 No. 1 (2021): PROSIDING SERINA III 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1293.288 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v1i1.17642

Abstract

The Covid-19 pandemic has also changed the pattern of learning and the quality of children's education. Many observers of the world of education inspect that the online learning system that has been implemented has caused many negative impacts such as the magnitude of the learning loss of students. This is due to the limited mastery of information technology, facilities, infrastructure, and internet access. After more than a year of a pandemic, on August 24, 2021, the government lowered the PPKM level for the Jabodetabek and Java-Bali cities from level 4 to 3. Reopen direct learning (PTM) is planned to start Monday, August 30, 2021. According to the Joint Decree of the Four Ministers, the PTM that will be implemented will consist of 2 phases, namely a transition period (2 months from the start of PTM) and new habits (after the transition period). This PKM partner, SMA Triguna, is a private high school under the Triguna Foundation which also wants to realize the PTM program in their school. However, the limited income budget is their main problem in procuring health protocol facilities such as the provision of blackboards, madding and information. The PKM implementation process is carried out through the survey stage and board prototype study; The design results review of the collaborative PKM Team with the title "Identification of Infrastructure Needs for Direct Learning System in the Pandemic Period at Triguna High School 1956"; Re-measurement in the field; material and price surveys; The submission of working drawings from partners; Looking for materials and craftsmen; The making boards process; Ended up with the handover of products from the PKM Team to Partners. It is hoped that the results of this PKM in the form of school and class information boards can increase the readiness for the implementation of the direct learning process at Triguna High School 1956.Pandemi Covid-19 juga turut merubah pola pembelajaran dan mutu pendidikan anak. Banyak pengamat dunia pendidikan melihat bahwa sistem pembelajaran daring yang selama ini diterapkan, banyak menimbulkan dampak negatif seperti besarnya learning loss peserta didik. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan penguasaan teknologi informasi, sarana, prasarana, dan akses internet. Setelah setahun lebih pandemik, 24 Agustus 2021 pemerintah menurunkan level PPKM wilayah Jabodetabek dan kota Jawa-Bali dari level 4 menjadi 3. Pembukaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbataspun direncanakan dimulai Senin 30 Agustus 2021. Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, PTM yang akan dilaksanakan akan terdiri atas 2 fase yaitu masa transisi (2 bulan sejak dimulainya PTM) dan kebiasaan baru (setelah masa transisi). Mitra PKM ini, SMA Triguna, merupakan sekolah SMA Swasta dibawah Yayasan Triguna yang turut menginginkan terealisasinya program PTM disekolah mereka. Namun, keterbatasan anggaran pendapatan menjadi permasalahan utama mereka untuk mengadakan sarana-prasarana protokol kesehatan seperti pengadaan papan tulis, madding dan informasi. Proses pelaksanaan PKM dilakukan melalui tahap survey dan studi prototype papan; review terhadap hasil desain Tim PKM kolaborasi dengan judul "Identifikasi Kebutuhan Prasarana Kegiatan Belajar Sistem Tatap Muka Masa Pandemi di SMA Triguna 1956"; pengukuran kembali di lapangan; survey material dan harga; pengajuan gambar kerja dari mitra; pencarian material dan tukang; pembuatan papan dan diakhiri dengan serah terima produk dari Tim PKM ke Mitra. Diharapkan hasil PKM berupa papan informasi sekolah dan kelas ini dapat menambah kesiapan pelaksanaan proses Pembelajaran Tatap Muka di SMA Triguna 1956.
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PRASARANA KEGIATAN BELAJAR SISTEM TATAP MUKA MASA PANDEMI DI SMA TRIGUNA Nina Carina; Mekar Sari Suteja
PROSIDING SERINA Vol. 1 No. 1 (2021): PROSIDING SERINA III 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (927.296 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v1i1.17656

Abstract

The COVID-19 pandemic has changed all aspects of life. In the education system, to avoid and prevent the transmission of the Covid-19 virus, the government has established an online learning system (on the network), as a learning system that eliminates direct meetings between students and teachers in school buildings. However, the system cannot be separated from all the shortcomings and problems it causes. With the decline in new daily cases, cases of death due to Covid-19, and vaccinations for people aged 12-17 years, the government has obligated schools to reopen direct learning (PTM) in a limited way. Triguna High School has volunteered to be one of the first schools to implement Limited Direct Learning in DKI Jakarta. To obtain limited PTM,  SMA Triguna must meet several requirements. Through discussions, interviews, field identification, the PKM team helps SMATriguna to identify the completeness of those requirements. As a final result, the PKM Team helped SMA Triguna to design two types of information boards, namely the school information board as a place to attach formal information, and the class information board to attach information related to the class activity. Class information boards are made in a special design to arouse the enthusiasm for learning and achievement of Triguna High School students when limited PTM is carried out. The selection of shapes, colors, and materials is used as a consideration in realizing creativity. The existence of an information board is not only needed for disseminating information related to activities, health conditions, and other information, but also a fulfillment of one of the requirements for achieving A accredited SMA Triguna.
RUANG KETIGA TERSELUBUNG JALAN BLORA, JAKARTA PUSAT Jason Bryan Johanes; Mekar Sari Suteja
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21803

Abstract

Being in the area around Jendral Sudirman street, which is one of Jakarta’s business districts, should have a good effect on the surrounding areas. The good effect of the development of Sudirman Street is the creation of various new economic spaces, even though the Blora Street area is increasingly being degraded due to its inability to develop like the surrounding areas. Even though it is located in the TOD (Transit Oriented Development) area of Dukuh Atas, which is an intersection between several modes of public transportation and a high mobility point, it does not immediately make the Blora Street area come alive again. This area is located on the edge of the Sudirman Flyover which is not directly visible from the main road, so the area becomes quiet because it does not have good visibility from the main road. This project aims to revive the area with a new building that can fulfill aspects of regional life. The site location is also a transitional space between the economic area of Blora Street and the residential area behind it so that the site can be used as access. As a less developed transitional space, the site was developed into a third space that functions as a communal space and other activities without forgetting its main function as an economic area that is directly related to the TOD area as a mobility center. With this project, the area can again become bustling with a new paradigm of the third space which focuses on life primarily as a space for interaction, communication, economy, and creativity of each individual in one place. Keywords:  Blora Street; Third Space;  TOD Abstrak Berada di daerah sekitar Jalan Jendral Sudirman yang merupakan salah satu distrik bisnis Jakarta, semestinya memberikan efek baik terhadap wilayah-wilayah di sekitarnya. Efek baik dari perkembangan Jalan Sudirman adalah dengan terciptanya beragam ruang ekonomi baru, walaupun kenyataannya, kawasan Jalan Blora semakin lama semakin terdegradasi akibat ketidakmampuannya untuk berkembang seperti wilayah-wilayah di sekitarnya. Meskipun berada di kawasan TOD (Transit Oriented Development) Dukuh Atas yang merupakan persimpangan antara beberapa moda transportasi umum dan menjadi titik mobilitas yang tinggi, tidak langsung membuat kawasan Jalan Blora ini menjadi ramai dan kembali hidup. Kawasan yang berada di tepian Fly Over Sudirman tidak terlihat secara langsung dari jalan utama sehingga kawasan menjadi sepi karena tidak memiliki visibilitas yang baik dari jalan utama. Tujuan adanya proyek ini adalah untuk menghidupkan kembali kawasan dengan suatu bentuk bangunan baru yang dapat memenuhi aspek-aspek kehidupan kawasan. Titik lokasi tapak juga merupakan ruang transisi antara kawasan ekonomi Jalan Blora dengan kawasan hunian yang ada di belakangnya sehingga tapak dapat dimanfaatkan sebagai akses. Sebagai ruang transisi yang kurang berkembang, tapak dikembangkan menjadi ruang ketiga yang berfungsi sebagai ruang komunal maupun kegiatan lainnya tanpa melupakan fungsi utama sebagai kawasan ekonomi yang berhubungan langsung dengan kawasan TOD sebagai pusat mobilitas. Dengan adanya proyek ini, kawasan dapat kembali menjadi ramai dengan paradigma baru ruang ketiga yang memfokuskan kehidupan utamanya sebagai ruang interaksi, komunikasi, ekonomi, serta kreativitas setiap individu dalam satu wadah.
PENGADAAN SUMBER AIR BERSIH MELALUI PROGRAM INTEGRASI HUNIAN DAN PENGOLAHAN AIR HUJAN STUDI KASUS: KAMPUNG APUNG, JAKARTA BARAT Aulia Rizki; Mekar Sari Suteja
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21804

Abstract

Kampung Apung, previously called Kapuk Teko, is a Betawi native village located in the West Jakarta area. From 1960-1978, natural resources in the area were still prosperous, such as rice fields and clean water that could be drunk directly from wells. However, in 1986, excavation was carried out around Kampung Apung to construct warehouses and factories. That causes the irrigation canals to be closed and lowers the land level of Kampung Apung. Kampung Apung has begun to be submerged in water and has faced various problems, such as lack of clean water, residents income, costs to renovate houses affected by floods, and a place to gather for the community. These problems make people want their old life back. This research aims to develop a growth room project to overcome the problems faced by Kampung Apung and to see the possibilities that will occur in the future. The data collection methods are qualitative and descriptive analysis using the urban acupuncture approach and the building design method using the borrowing method. This research resulted in a spatial program in the form of rainwater treatment, components of residential units, and public spaces. This program is expected to provide housing that can provide a source of clean water, optimize natural and human resources, and provide employment opportunities for Kampung Apung. The thing that needs to be considered in further research is to maximize the cost of building an economical floating housing structure. Keywords: float; Integration; Occupancy; Processing; Water Abstrak Kampung Apung, sebelumnya disebut Kapuk Teko, merupakan kampung asli Betawi yang berada di wilayah Jakarta Barat. Pada tahun 1960-1978, sumber daya alam di daerah tersebut masih kaya, seperti sawah serta air besih yang dapat langsung diminum dari sumur. Namun pada tahun 1986, pengurukan tanah dilakukan di sekeliling Kampung Apung untuk pembangunan gudang dan pabrik. Hal ini menyebabkan saluran irigasi tertutup dan muka tanah Kampung Apung lebih rendah. Kampung Apung mulai terendam air dan memiliki berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti kurangnya air bersih, pendapatan warga, biaya untuk merenovasi rumah yang terdampak banjir, dan tempat untuk berkumpul bagi masyarakat. Masalah-masalah tersebut membuat warga menginginkan kehidupan lama mereka kembali. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menyusun proyek ruang tumbuh untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Kampung Apung serta melihat kemungkinan yang akan terjadi pada masa depan. Metode dalam pengumpulan data adalah analisis kualitatif dan deskriptif dengan menggunakan pendekatan akupunktur kota, serta metode desain bangunan menggunakan metode meminjam. Penelitian ini menghasilkan program ruang berupa pengolahan air hujan, komponen unit rumah tinggal, dan ruang publik. Dengan adanya program ini diharapkan dapat memberikan hunian yang mampu menyediakan sumber air bersih, mengoptimalkan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk Kampung Apung. Adapun hal yang perlu diperhatikan pada penelitian selanjutnya adalah memaksimalkan kembali biaya dalam membangun struktur hunian apung yang lebih ekonomis.  
FESTIVAL BUDAYA SEBAGAI PEMBANGKIT IDENTITAS KAWASAN BUDAYA DAN SEJARAH MESTER DI JAKARTA TIMUR Ariella Verina Susilo; Mekar Sari Suteja
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21805

Abstract

Jatinegara is one of the areas known for its history of land ownership by Cornelis Meester, with the Pasar Lama Chinatown, the second-largest after Glodok in Jakarta. The image of a City following Lynch (1960) consists of 5 elements namely paths, edges, areas, nodes, and signs. The physical constituents of the city image play a role in forming regional memory in urban space. However, unfortunately this area has been neglected identity has also disappeared. Festivals as a cultural and historical phenomenon in urban life that can help rebuild the identity of the threatened area. The study used qualitative methods with descriptive analysis. Withal, the site selection method uses urban acupuncture and narrative architecture. The study founds the location in the Old Market triangle area was the most dominant physical and mental degradation area. Problems around the site riposted with a narrative architecture strategy at the memory festival. The Mester Memory Festival answers issues such as the lack of green open space in settlements, social interaction with the natural environment, the threat of losing cultural and historical character, and the economic crisis of underdeveloped retail. The main programs offered are in the form of permanent and non-permanent exhibitions, significant festivals, workshops, and window shopping as well as retail that has a high degree of flexibility to answer the region’s challenges in the future. Keywords:  city memory;  festival; identity Abstrak Jatinegara merupakan salah satu kawasan yang dikenal dengan sejarah kepemilikan tanah Cornelis Meester dahulunya dengan pecinan Pasar Lama yang terbesar kedua di Jakarta setelah Glodok. Menurut Lynch (1960) citra kota terdiri atas 5 unsur yaitu jalur, tepian, kawasan, simpul, serta pertanda. Unsur-unsur fisik citra kota berperan dalam membentuk memori kawasan pada ruang kota. Namun, sayangnya kawasan ini sudah terbengkalai sehingga identitasnya ikut menghilang. Festival dilihat sebagai sebuah fenomena budaya dan sejarah di kehidupan masyarakat kota yang dapat membantu membangun kembali identitas kawasan yang terancam. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Selanjutnya metode pemilihan tapak menggunakan urbran acupuncture serta menggunakan metode perancangan arsitektur narasi. Hasil penelitian menemukan lokasi pada kawasan segitiga Pasar Lama yang paling dominan mengalami degradasi fisik maupun mental. Permasalahan di sekitar tapak terjawab dengan strategi arsitektur narasi pada festival memori. Festival memori di Mester menjawab permasalahan seperti kurangnya RTH di permukiman, kurangnya interaksi sosial dengan lingkungan alam, terancam hilangnya karakter kawasan budaya dan sejarah, serta krisis ekonomi akan retail yang tidak berkembang. Program utama yang ditawarkan berupa pameran tetap dan tidak tetap, festival utama, workshop dan window shopping serta retail yang memiliki tingkat fleksibilitas tinggi untuk menjawab tantangan kawasan di masa depan.
PERANCANGAN EKSTENSI KORIDOR TERDEGRADASI AKIBAT PEMBANGUNAN STASIUN LAYANG DENGAN METODE URBAN ACUPUNCTURE (STUDI KASUS: STASIUN HAJI NAWI, JAKARTA SELATAN) Dyanita Utami; Mekar Sari Suteja
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21806

Abstract

Traffic jam is a situation experienced by the people of Jakarta almost every time. This is because the ratio of the growth of roads and motor vehicles is not balanced. Highways in Jakarta are always active both during the day and at night, one of them is Jalan Raya Fatmawati. This is due to the dense population and road users who will use Jalan Fatmawati as access to Senayan from Lebak Bulu. To reduce traffic jam, the government plans to build a macro transportation system by building a Mass Rapid Transit (MRT) facility. However, the construction of the MRT project has a negative externality impact. Actually, one of the policies for the development of the MRT (Mass Rapid Transit) is to increase infrastructure development in Jakarta. In project planning, external and social aspects should also be considered in order to realize participatory and effective development. Various impacts occurred during the construction process as well as when the MRT construction was operating. The construction of the elevated MRT has resulted in the western strip of the Haji Nawi station experiencing physical, mental and social degradation. Even though the construction of this MRT provides enormous potential for the surrounding area, it is hampered because the construction of this MRT station makes the road narrow especially there is one shophouse blocking the road so that cars cannot stop and can only pass. The shop owner was forced to go out of business because it has no client, the road was narrow and not visible. Therefore the author wants to use the urban acupuncture method so that mutualism symbiosis occurs and restores the corridor to life by doing extensions and maximizing the hampered potential. Keywords:  Degradation; Extension; MRT; Traffic Jam; Urban Acupuncture Kemacetan adalah situasi yang hampir setiap saat dialami masyarakat Jakarta. Hal ini karena perbandingan pertumbuhan jalan dan kendaraan bermotor tidak seimbang. Jalan raya di Jakarta selalu aktif baik siang hari maupun malam hari salah satunya Jalan Raya Fatmawati. Hal ini dikarenakan dengan padatnya jumlah penduduk dan pengguna jalan raya yang akan menggunakan Jalan Fatmawati sebagai akses ke Senayan dari Lebak Bulus maupun sebaliknya. Untuk mengurangi kemacetan pemerintah merencanakan untuk mewujudkan sistem transportasi makro dengan membangun sarana transportasi Mass Rapid Transit (MRT). Namun pembangunan proyek MRT memberikan dampak eksternalitas negatif. Sebenarnya salah satu kebijakan pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur di Jakarta. Dalam perencanaan proyek seharusnya juga memperhatikan aspek eksternal dan sosial demi mewujudkan pembangunan yang partisipatif dan efektif. Berbagai dampak terjadi saat proses pembangunan maupun saat pembangunan MRT telah beroperasi. Pembangunan MRT Layang ini mengakibatkan strip bagian barat stasiun Haji Nawi mengalami degradasi fisik, mental dan juga sosial. Padahal pembangunan MRT ini memberikan potensi yang sangat besar bagi daerah sekitar, namun terhambat karena pembangunan stasiun MRT ini membuat jalan menjadi sempit terlebih ada satu ruko yang menghalangi jalan sehingga mobil tidak dapat singgah dan hanya dapat lewat. Pemilik ruko terpaksa gulung tikar karena sepi, jalan sempit dan tidak terlihat. Maka dari itu penulis ingin menggunakan metode urban acupuncture agar terjadi simbiosis mutualisme dan mengembalikan koridor menjadi hidup kembali dengan melakukan ekstensi dan memaksimalkan potensi yang terhambat.