cover
Contact Name
Nafiah Solikhah
Contact Email
nafiahs@ft.untar.ac.id
Phone
+6281329380937
Journal Mail Official
jurnalstupa@ft.untar.ac.id
Editorial Address
Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara Kampus 1, Gedung L, Lantai 7 Jl. Letjend. S. Parman No. 1, Jakarta Barat 11440
Location
Kota adm. jakarta barat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa)
ISSN : 26855631     EISSN : 26856263     DOI : http://dx.doi.org/10.24912/stupa
Core Subject : Social, Engineering,
Jurnal STUPA merupakan Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara sebagai wadah publikasi artikel ilmiah dengan tema: Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (STUPA)
Articles 1,264 Documents
NON ISOLATED BLOCK : ARSITEKTUR YANG BERPERAN DALAM MEMBERIKAN JAWABAN KERUANGAN DALAM KONTEKS BERHUNI DI MASA DEPAN Junie Veronica Putri; Dewi Ratnaningrum; Maria Veronica Gandha
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10778

Abstract

In 2020, the outbreak of COVID-19 virus is a shock to every individual and to society. In this time, people lives in a term called "space limitation", isolated in a radius and a certain space that makes people lives in a virtual space. This pandemic limits our living space, altered out daily routine, and makes us isolated in a space that causes us to break ourselves physically and mentally. By nature, architecture can't ignore a problem that is this extreme, architecture has a purpose to make space to be a product of humanity, the purpose of this project is the will to create a future living spaces that is unobstructed, undisturbed, and opened; going through a block by giving a communal space; communal space that connected each other between the inside and outside space so that it provides the feeling of togetherness. This “Non-Isolated Block” project starts by incorporating the meaning of “isolated” and “block”. A block or a box is one of the basic of design, a block marks efficiency in a space but considered “simple & bare”. A block that stood on its own and unconnected makes us feel alone. There should be connectivity from this block to create a living space that makes us feel un-caged or “non-isolated”. By using this “inside, outside, and through the block” concept, this project is aimed to split activities based on space. “Inside the block” is for private activities, “outside the block” is for public activities, and “through the block” is a communal space that has a role as an emerging space, space that is connected to one another, to increase togetherness and productivity. Keywords:  block; communal space; non-isolated; space limitation; through the block. AbstrakMunculnya wabah COVID-19 pada tahun 2020 ini merupakan sebuah guncangan terhadap suatu individu dan masyarakat. Saat ini, manusia hidup dalam “batas ruang”, terisolasi dalam radius dan jarak bahkan ruang hidupnya adalah ruang virtual. Wabah ini membatasi ruang gerak kita, merubah pola aktivitas keseharian kita, membuat kita terisolasi dalam suatu ruang yang dapat membunuh kita secara fisik dan mental. Secara fitrahnya, arsitektur tidak dapat mengabaikan sesuatu yang ekstrem ini, arsitektur memiliki tujuan untuk meruangkan ruang sebagai suatu produksi kemanusiaan, sehingga tujuan dari proyek ini yaitu keinginan untuk menciptakan hunian masa depan yang tidak terhadang, tidak terhalang, dan terbuka; saling menembus antar ruang-ruang dengan fungsi ruang komunal; ruang komunal yang saling terkoneksi satu sama lain di antara ruang dalam dan ruang luar sehingga meningkatkan rasa kebersamaan. Proyek “Non-Isolasi Blok” ini bermula dengan mengambil arti dari “isolasi” dan “blok”. Blok atau kotak merupakan salah satu dasar desain, kotak menandakan efisiensi dalam ruang tetapi dianggap "sederhana & polos". Suatu blok yang berdiri sendiri dan tidak terkoneksi membuat kita merasa tersendiri. Perlu ada konektivitas dari bentuk blok ini untuk menciptakan suatu hunian dengan perasaan tidak terkurung atau “Non-Isolasi”. Dengan konsep “ruang dalam, luar, dan antara”, proyek ini membagi aktivitas berdasarkan ruang. Ruang dalam menjadi ruang dengan aktivitas privat, ruang luar menjadi ruang dengan aktivitas publik, sedangkan ruang antara menjadi ruang komunal yang berperan sebagai ruang tembus, ruang yang terhubung satu sama lain dengan ruang tembus lainnya, sehingga meningkatkan kebersamaan dan produktivitas.
TAMAN EDUKASI Dorin Joe; Mieke Choandi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 1 (2019): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i1.3952

Abstract

Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Salah satu permasalahan yang tengah dihadapi oleh warga Jakarta belakangan ini adalah mengenai perilaku masyarakat yang masih memiliki pendidikan yang kurang atau tidak semua tinggi, sehingga gejolak dalam politik pun terjadi. Gejolak permasalahan politik ini berlari kearah permasalahan agama agar masyarakat lebih mudah untuk dihasut atau diarahkan demi kepentingan para politikus. Oleh karena itu hiburan yang akan diberikan kepada masyarakat menangani permasalahan ini adalah dengan cara menyediakan tempat hiburan yang mengedukasi sekaligus memberi kesenangan kepada semua lapisan masyarakatnya, dan dapat berbaur dengan semua jenis kalangan masyarakat yang ada di Jakarta.
STUDI KEBERHASILAN PENGELOLAAN OBJEK WISATA TAMAN TEBING BREKSI BERBASIS COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) OLEH MASYARAKAT DESA SAMBIREJO, KABUPATEN SLEMAN Maria Gratia Plena Mervelito; Parino Rahardjo; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8880

Abstract

At present, the tourism sector is a sector that is quite potential to be developed in Indonesia, because it is considered to have a positive impact as a driver of economic activity in this country. In addition, the development of tourism objects is also expected to be able to improve the economy of the surrounding community and educate the public to be able to develop their own area. Taman Tebing Breksi in Sleman Regency, Yogyakarta is one of the objects that has a tourism potential that was successfully managed by using the concept of Community Based Tourism (CBT) by the people of Sambirejo Village. Not yet known the factors that determine success in management are problems that occur in the management of the Taman Tebing Breksi. The main objective of this research is to analyze the factors of success in managing the Taman Tebing Breksi tourism object that applies the concept of Community Based Tourism (CBT). The concept of CBT is one way to create a sustainable tourism industry in an area, where local community participation is needed in developing tourism objects so that the management is successful. This research is a descriptive study with a combination of qualitative and quantitative approaches. Quantitative data collection is done by conducting field surveys to tourist sites and in-depth interviews with related parties, while for collecting qualitative data is done by filling out questionnaires by visitors. From this study the results will be obtained in the form of factors that influence the success in the management of Breksi Cliff Park attractions. Keywords: Breksi Cliff Park; Community Based Tourism Management; Geopark Tourism; Success Criteria AbstrakSaat ini, sektor pariwisata merupakan sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia, karena dianggap membawa dampak positif sebagai penggerak aktivitas perekonomian di negara ini. Selain itu, berkembangnya objek-objek wisata diharapkan juga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dan mengedukasi masyarakat untuk dapat mengembangkan daerahnya sendiri. Taman Tebing Breksi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta adalah salah satu objek yang memiliki potensi wisata yang berhasil dikelola dengan menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT) oleh masyarakat Desa Sambirejo. Belum diketahuinya faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengelolaan merupakan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan objek wisata Taman Tebing Breksi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor keberhasilan pengelolaan objek wisata Taman Tebing Breksi yang menerapkan konsep Community Based Tourism (CBT). Konsep CBT merupakan salah satu cara untuk menciptakan industri pariwisata berkelanjutan di suatu daerah, dimana partisipasi masyarakat setempat dibutuhkan dalam mengembangkan objek wisata sehingga pengelolaanya berhasil. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan melakukan survey lapangan ke lokasi wisata dan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pihak terkait, sedangkan untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh pengunjung. Penelitian ini mendapatkan hasil berupa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengelolaan objek wisata Taman Tebing Breksi.
PERPUSTAKAAN UMUM Tjandra Huann; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6735

Abstract

An open space is a need needed by many people. These open space acts as a refreshment space for people whose life is monotone, who does the 8 – 5 work hours. This type of lifestyle could make people have a need for a refreshment for their tired minds. So much people don’t have a place to to go after work, a place where they can refresh and relax at the same time which could lead to stress. These kind of stresses could become physical and psychic problems. Physical problems could relate to heart problems, diabetic problems, and many more. While psychic problems could involve depression, chronic stress, and many more. These kind of stresses could be managed well by getting enough entertainment or an emotional support by socializing with families and friends. But things are a bit different about shift workers, where shift workers don’t have time to socialize with them. For that, a public library with a recreation purpose idea is proposed. This public library applies the concept of Third Place, where this place would be free and open to everybody and anybody. This kind of openness is expected to persuade people to come and interact with each other. AbstrakSebuah ruang terbuka sangatlah dibutuhkan oleh berbagai macam orang. Keterbukaan dari ruang tersebut berfungsi juga sebagai ruang “refreshment” bagi para orang – orang yang memiliki hidup yang monoton seperti pekerja. Dimana pekerja pergi bekerja pada pukul 8 pagi dan pulang pada 5 sore. Kehidupan seperti itu membuat seseorang membutuhkan sebuah ruang dimana ia dapat menyegarkan pikirannya yang Lelah. Banyaknya orang – orang yang tidak memiliki tempat untuk bersantai juga dapat membuat seseorang menjadi stres. Stres ini dapat menjalar kepada berbagai macam penyakit fisik maupun psikis. Penyakit fisik yang disebutkan ini menyangkut berbagai macam hal seperti jantung, berat badan (obesitas), dan lain – lain. Sedangkan dalam segi psikis, berbagai macam efek seperti depresi, stres kronis, dan berbagai macam gangguan psikis lainnya. Stres seperti ini dapat dikelola dengan baik saat seseorang bisa mendapatkan hiburan ataupun dukungan emosional saat bertemu dengan sanak saudara ataupun dengan teman – temannya. Tetapi, hal ini berbeda dengan para shift workers, dimana para pekerja malam tidak memiliki waktu yang cukup untuk bersosialisasi. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah perpustakaan umum dengan tujuan rekreasi dan juga dengan konsep Third Place. Rekreasi disini memiliki artian dimana orang – orang dapat bersantai setelah bekerja dan bersantai membaca buku ataupun bersantai di taman. Dengan menerapkan konsep Third Place, tempat ini bersifat gratis dan juga terbuka kepada semua orang. Keterbukaan ini diharapkan mengundang orang – orang untuk datang dan masuk ke dalam dan terjadi berbagai macam interaksi sosial.
SENTRA KERAJINAN KULIT DI KEMANG Anita Darmawan; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4447

Abstract

Handcraft is one of three sub-sectors whose contribute significantly to the development of creative economic industry growth. The most creative industry figure are from the millennial generation. Handcraft art is one of the sub-sectors that is represents the characteristic of the Indonesian nation. Leather craft is one of the raw materials for craft arts that is greatly demand by millennials. In the present, Indonesian leather crafts are increasingly diverse. But the problem of developing a creative economy and startup is capital needs. The problem causes startups to not be able to develop optimally. This project is a forum for creative craftsmen by combining informal educational facilities and exhibition halls. This activity is intended to support each other so that leather craftsmen can immediately showcase their work and can be directly seen and bought by consumers. Consumers can simultaneously see the process and learn how to make it. The project is located in Kemang which is known internationally as a creative industrial area where many millennial generations gather. And the potential for infrastructure development. With this project in addition to bringing financial benefits from the work of ideas and innovation made from leather-based products, it is also expected to build and generate millennial generations, as the main actors, to form communities that aim to gather and share experiences and insights about their love of leather crafts. This activity makes the millennial generation active and creative to socialize in the wider community through leather crafting. In addition, this project was created to increase the appreciation of the community, both those who are interested in their fields and lay people who come to the value of leather-based products by observing the process of making their products.Abstrak Kerajinan (kriya) adalah salah satu dari tiga subsektor yang kontribusinya cukup signifikan dalam perkembangan industri ekonomi kreatif dan pelaku industri kreatif paling banyak dari generasi milenial. Seni kriya merupakan salah satu sub sektor yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia. Kerajinan kulit merupakan salah satu bahan baku material seni kriya yang banyak diminati kalangan milenial. Kerajinan kulit Indonesia di era kekinian semakin beragam. Namun persoalan dari pengembangan ekonomi kreatif dan startup adalah kebutuhan modal dan pemasaran. Adanya kendala tersebut menyebabkan startup tidak dapat berkembang maksimal. Proyek ini merupakan wadah untuk pengerajin kulit berkreasi dengan menggabungkan sarana pendidikan informal dan ruang pameran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk saling mendukung sehingga pengerajin kulit dapat langsung memamerkan hasil karyanya dan dapat langsung dilihat dan dibeli oleh konsumen. Konsumen juga sekaligus dapat melihat proses pengerjaannya dan belajar membuat. Proyek berada di Kemang yang dikenal secara internasional sebagai kawasan industri kreatif dimana banyak generasi milenial berkumpul. Serta berpotensi dalam perkembangan infrastrukturnya. Dengan adanya proyek ini selain mendatangkan keuntungan finansial dari karya ide dan inovasi produk berbahan dasar kulit, juga diharapkan membangun dan membangkitkan generasi milenial, selaku pelaku utama, untuk membentuk komunitas yang memiliki tujuan untuk berkumpul serta berbagi pengalaman dan wawasan mengenai kecintaan mereka tentang kerajinan kulit. Kegiatan ini menjadikan generasi milenial aktif dan kreatif untuk bersosialisasi dalam kalangan masyarakat luas melalui kerajinan kulit. Selain itu proyek ini dibuat untuk meningkatkan apresiasi masyarakat baik yang tertarik dibidangnya maupun orang awam yang datang terhadap nilai produk-produk berbahan dasar kulit dengan mengamati proses pembuatan produknya.
WADAH HIBURAN, INOVASI DAN EDUKASI TATABOGA TAHU TEMPE DI SEMANAN Gabriella Gabriella; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8523

Abstract

Even thought the level of consumption of tahu tempe is very high, and Indonesia is currently the largest tahu and tempe producer country in the world, but the tahu tempe craftsmen still experiencing problems with fluctuating soybean raw material prices, while the selling price of their products tends to remain, so that the welfare of the tahu tempe craftsmen in DKI Jakarta, is difficult to increase. This also happened to tahu tempe craftsmen in Tahu Tempe Village in Semanan, West Jakarta. This study aims to improve the ability of tahu tempe craftsmen in Semanan by providing a research and development place for tahu and tempe products, marketing assistance and an educational place for related communities, in addition to being able to provide a place for social interaction for local communities from a variety of social, economic and cultural backgrounds to form a community that has character, united and sustainable. As the third place in Semanan, the site was chosen between the residential neighborhood (first place) and the agriculture, industrial, and trade area (second place) with easy accessibility of the two regions. The design method refers to the Responses to Site approach, with the processing of the design prioritizing the principle of porosity which is one aspect of open architecture. This study resulted in concept and design of the third place building with three main facilities, namely community center consisting of a communal space for socializing and interacting visitors and a food research and development kitchen for a means of innovating and developing food products from tempe and tofu, public outdoor space that is used for playing activities, exercising and organizing various events, as well as food market that sells tempe and tahu based foods. Keywords: craftsmen; inovation; porosity; tahu tempe AbstrakMeskipun tingkat konsumsi tahu tempe sangat tinggi, dan Indonesia saat ini menjadi negara produsen tahu dan tempe terbesar di dunia, namun para pengrajin tahu tempe masih mengalami permasalahan dengan harga bahan baku kedelai yang fluktuatif, sementara harga jual produknya cenderung tetap, sehingga kesejahteraan para pengrajin tahu tempe di DKI Jakarta, sulit meningkat. Hal ini juga terjadi di Perkampungan Pengrajin Tahu Tempe di Semanan, Jakarta Barat. Studi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengrajin tahu tempe di Semanan melalui penyediaan wadah riset pengembangan dan inovasi produk olahan tempe dan tahu, bantuan pemasaran dan wadah edukasi bagi komunitas terkait, di samping dapat menyediakan wadah interaksi sosial bagi masyarakat lokal dari berbagai macam latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya agar terbentuk komunitas yang berkarakter, menyatu dan berkelanjutan. Sebagai third place, tapak yang akan menjadi kasus studi ini berada di antara kawasan perumahan (first place) dan kawasan pertanian, industri, dan perdagangan (second place) dengan aksesibilitas yang mudah dari kedua kawasan tersebut. Metode desain mengacu pada pendekatan Responses to Site, dengan pengolahan desainnya mengutamakan prinsip porositas yang menjadi salah satu aspek dalam open architecture. Studi ini menghasilkan konsep dan perancangan bangunan third place dengan tiga fasilitas utama, yaitu community center yang terdiri dari ruang komunal untuk bersosialisasi dan berinteraksi pengunjung dan dapur food research and development untuk sarana berinovasi dan pengembangan produk makanan dari tempe, ruang terbuka publik yang difungsikan untuk kegiatan bermain, berolahraga dan penyelenggaraan berbagai event, serta food market yang menjual makanan berbasis tempe dan tahu.
ANALISIS KARAKTERISTIK PASAR SENIOR LIVING D’KHAYANGAN JABABEKA, CIKARANG Bertharia Nadya Pricillia; Priyendiswara A.B. Priyendiswara; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4599

Abstract

The number of elderly people in Indonesia, based on data from the Central Statistics Agency (BPS) in 2017 has reached 23.4 million or 8.97%. With a variety of data that shows a high level of elderly people in Indonesia, housing that supports the comfort, safety and health of the elderly is quite needed. The occupancy of the elderly in Jabodetabek is in fact already available but has not filled the demand. The purpose and objective of this study is to analyze market characteristics which consist of profiles of elderly people who are interested in living in senior housing, market capabilities, available supply ofsenior housing, number of requests forsenior housing, and determination of appropriate rental prices. The object study is Senior Living D’Khayangan Jababeka which located in Cikarang, Bekasi Regency. The research method used in data collection is field surveys, questionnaires and interviews with related parties. The analysis used is the analysis of the object of benchmarking and market. The output of this analysis is the determination of rental prices that match the market characteristics of senior housing and can be viable social-based properties in terms of markets. AbstrakJumlah lansia di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 telah mencapai 23,4 juta atau 8,97%. Dengan berbagai data yang menunjukkan tingkat lansia yang tinggi di Indonesia, hunian yang mendukung kenyamanan, keamanan dan kesehatan para lansia sangat dibutuhkan. Hunian lansia di Jabodetabek pada kenyataannya sudah tersedia namun belum memenuhi permintaan yang ada. Maksud dan tujuan studi ini adalah melakukan analisis karakteristik pasar yang terdiri dari profil lansia yang berminat tinggal di rumah lansia, kemampuan pasar, pasokan rumah lansia yang tersedia, jumlah permintaan rumah lansia, dan penentuan harga sewa yang tepat. Adapun objek studi yang diteliti yaitu Senior Living D’Khayangan Jababeka yang berlokasi di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Metode penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu survey lapangan, penyebaran kuesioner dan wawancara terhadap pihak terkait. Analisis yang dipakai ialah analisis objek studi pembanding (benchmarking) dan pasar. Output dari analisis ini adalah penentuan harga sewa yang sesuai karakteristik pasar dari rumah lansia dan dapat menjadi properti berbasis sosial yang layak dalam segi pasar.
PENATAAN KAMPUNG WISATA KREATIF DAGO POJOK BANDUNG Bayudhira Ramadhana; Parino Rahardjo; Irwan Wipranata
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4604

Abstract

Every City in Indonesia has their own tourist attractions from each potential resources from the tourism destination, some of them have facility issues. Most of the tourism villages use education for their attraction tourism who shares experience and knowledge for the visitors, meanwhile the facilities provided for tourism village to fill their needs and comforts for visitors are limited. This research was held in Kampung Dago Pojok, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Bandung. The problem in this situation is the lack of facilities inside the tourism village of Dago Pojok from the perspective of basic needs, comforts, and safety of visitors. Method that is used is description which explained the needs and today’s existing through picture from the field observation, perception, and tourists’ preference from the questionnaire distributions and interviews. The result from this research is the contribution of the village’s society, organization, and the management to fulfill the needs and comforts of visitors, in the form of support facilities and additional facilities that will be fulfilled with the preference of educational tourism from the visitors. AbstrakSetiap kota di Indonesia pasti terdapat tempat wisata yang memiliki daya tariknya masing-masing, seperti salah satunya adalah jenis wisata edukasi dalam bentuk kesenian, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini dilakukan di Kampung Dago Pojok, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Bandung. Permasalahan pada penelitian ini adalah kurangnya fasilitas di dalam kampung wisata Dago Pojok untuk menunjang kebutuhan dasar kenyamanan dan keamanan dari para wisatawan kampung wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana penunjang dan mengetahui tingkat keamanan dan kenyamanan wisatawan dalam menjalankan kegiatan wisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan sampel dengan wawancara, observasi lapangan dan penyebaran kuisioner untuk responden, yaitu para wisatawan. Hasil dari penelitian ini diharapkan kontribusi dari masyarakat kampung, organisasi dan pihak pengelola untuk memenuhi kebutuhan dan kenyamanan dari wisatawan, yaitu berupa fasilitas-fasilitas penunjang serta fasilitas tambahan dari perferensi wisatawan berdasarkan wisata edukasi dari wisatawan yang akan dipenuhi.
PEMUKIMAN HYVE: KEHIDUPAN KOLEKTIF UNTUK MILENIAL Rainier Lazar Hadiprodjo; Martin Halim
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10721

Abstract

The millennial generation has a very wide and large opportunity and opportunity to innovate in this era. Therefore, this millennial generation is a great asset to realize national independence in all aspects. Currently the number is around 30% of the total population of Indonesia and is expected to continue to grow. It is predicted that the millennial generation will find it difficult to own a home in the next few years. Coupled with a pandemic that limits the movement of people. Therefore it is necessary to carry out in-depth research on the space requirements that are very much needed for millennials, so that they can create new parameters for housing specifically for millennials who have flexible and practical preferences. "The Hyve Settlement" project aims to provide efficient and affordable housing for Millennials. By presenting residential module units, and equipped with flexible and compact furniture so as to increase the space efficiency of the residence. As well as presenting communal living space to increase space efficiency and also create social development for other residents. Presenting supporting programs like public facilities to improve the quality of life for residents. Keywords:  Collective, Dwelling, Efficieny, Flexibelity, Millenial Abstrak Generasi milenial memiliki peluang dan kesempatan berinovasi yang sangat luas dan besar di era ini. Oleh karena itu, generasi milenial ini adalah modal besar untuk mewujudkan kemandirian bangsa dalam segala aspek. Saat ini jumlahnya sekitar 30% dari total penduduk Indonesia dan diperkirakan akan terus bertambah. Diprediksi generasi milenial akan sulit memiliki rumah dalam beberapa tahun ke depan. Ditambah lagi dengan terjadinya pandemi yang membatasi pergerakan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan dilakukan penelitian mendalam terhadap kebutuhan ruang yang sangat dibutuhkan bagi para kaum milenial, sehingga dapat menciptakan parameter baru pada hunian yang dikhususkan bagi kaum milenial yang memiliki preferensi serba fleksibel dan praktis. Project “The Hyve Settlement” bertujuan untuk menghadirkan hunian yang efisien serta terjangkau bagi kaum Milenial. Dengan menghadirkan hunian modul unit, serta dilengkapi dengan furniture yang fleksibel dan compact sehingga meningkatkan space efficiency pada hunian. Serta menghadirkan communal living space untuk meningkatkan efisiensi ruang dan juga menciptakan social development terhadap penghuni lainnya. Menghadirkan program penunjang layaknya fasilitas umum untuk meningkatkan kualitas hidup para penghuni.
PERTUNJUKAN KESENIAN BETAWI MILENIAL Steven Steven; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 1 (2019): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i1.3991

Abstract

Marunda adalah kelurahan di kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Merupakan daerah di Jakarta yang penduduknya masih melestarikan rumah tradisional Betawi. Seni dan Budaya asli penduduk Jakarta atau Betawi yang berada di Cilincing dapat dilihat mereka sebagian masi menggunakan bahasa Betawi dan wisatawan dapat menyaksikan pertunjukan Betawi atau rumah kebaya, tetapi sayangnya mereka tidak memiliki satu tempat yang menaung mereka untuk melestarikan kebudayaan Betawi itu sendiri. Kebudayaan Betawi yang mulai terlupakan dan tersingkir disebabkan perkembangan Jakarta yang pesat menjadi pusat perekonomian dan banyak orang dari berbagai daerah suku ras dan budaya yang masuk ke Jakarta secara bersamaan dan secara tidak sadar menyingkirkan kebudayaan asli Jakarta yaitu Betawi, pelestarian budaya Betawi sangatlah di perlukan untuk identitas kota Jakarta maupun sebagai salah satu pelestarian budaya di Indonesia yang patut dipertahankan. Pengusulan program ‘Pertunjukan Kesenian Betawi Milenial’ memiliki tujuan mengangkat kembali kebudayaan Betawi untuk tujuan pariwisata menonjolkan identitas kota Jakarta, menaikan dan mengembangkan kawasan Marunda sebagai lokasi Tradisional Betawi dan menghidupkan kawasan Mauara Angke dari segi wisata dan perekenomian kawasan, membangun pusat kesenian Betawi di kawasan Betawi Pesisir dan mewakili wajah utama Jakarta dari sektor kebudayaan. Pengalaman wisatawan yang akan dibuat belajar sambil bersenang-senang sambil belajar tentang kebudayaan Betawi dengan konsep yang baru dengan unsur teknologi dan melakukan interaksi antara pemain dan pengunjung untuk meberikan kesan yang berbeda dari petunjukan kesenian lain yang sudah ada mereka hanya memportontonkan tanpa melakukan interaksi kepada penonton dan dapat dinikmati semua kalangan. Nantinya bangunan kesenian Betawi ini diharapkan akan memajukan dan meningkatkan perekonomian warga sekitar. 

Page 1 of 127 | Total Record : 1264