Perubahan iklim menjadi tantangan utama yang memengaruhi sektor pertanian, terutama di wilayah lahan kering seperti Desa Segala Anyar, Lombok Tengah. Desa ini menghadapi berbagai dampak perubahan iklim, termasuk ketidakpastian cuaca, kekeringan, dan keterbatasan sumber daya air, yang mengakibatkan kerentanan tinggi pada hasil pertanian. Untuk mengatasi tantangan ini, kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) berbasis gender dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan petani melalui peningkatan kapasitas adaptasi dan pengelolaan lahan. Metode SLI mengedepankan pendekatan partisipatif dan pembelajaran orang dewasa, yang mencakup pelatihan teori, praktik lapangan, serta diskusi kelompok untuk menganalisis permasalahan dan solusi terkait perubahan iklim. Hasil program ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam produktivitas pertanian. Sebagai contoh, hasil panen padi meningkat dari rata-rata 5–6 ton per hektar menjadi 8 ton per hektar melalui penerapan teknik pertanian adaptif dan pemanfaatan informasi iklim yang akurat. Namun, pelaksanaan SLI juga dihadapkan pada tantangan, seperti keterbatasan jangkauan wilayah dan kebutuhan diversifikasi komoditas untuk meningkatkan relevansi program. Peserta menyarankan agar SLI mencakup tanaman lain, seperti tembakau dan cabai, yang lebih sesuai dengan kondisi musim kemarau. Secara keseluruhan, SLI terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan ketahanan petani terhadap perubahan iklim. Rekomendasi untuk pengembangan program meliputi perluasan cakupan wilayah, diversifikasi materi pelatihan, dan integrasi teknologi digital. Dengan demikian, kegiatan ini dapat menjadi model strategis untuk mendukung ketangguhan komunitas petani lahan kering di tengah tantangan perubahan iklim.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025