Pemerintah terus berupaya melakukan reformasi birokrasi, salah satunya dengan melakukan penataan pegawai negara. Sepanjang Indonesia berdiri, sudah tiga kali Pemerintah melakukan penataan pegawai negara. Yaitu, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2014. Sejak 1974 hingga 1999, pegawai negara disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada 2014 sebutan pegawai negara diubah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, ASN diklasifikasikan menjadi dua; PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). PNS selain menerima gaji dan tunjangan, juga menerima Tunjangan Kinerja (remunerasi) bagi PNS Pusat atau Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi PNS Daerah. Sumber pendanaan gaji dan tunjangan PPPK Pemerintah Daerah bersumber dari Transfer Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah melalui Dana Transfer Daerah-Dana Aloasi Umum (DAU) yang ditentukan penggunaannya (spesific grant). Namun, untuk Tambahan Penghasilan PPPK, tidak dialokasikan dalam DAU yang ditentukan penggunaannya, melainkan bersumber dari pendapatan lainnya yang diterima oleh Pemerintah Daerah berdasarkan beban kerja dan pertimbangan objektif laiinya. Penelitian ini merupakan analisis kebijakan (policy of analysis) yang dilakukan dengan metodologi kualitatif. Data diperolah secara triangulatif; dari data penelitian sebelumnya, hasil wawancara mendalam dengan purposive sampling dengan responden aparatur Pemerintah Daerah dan kepustakaan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan, pengangkatan PPPK ternyata berdampak pada keuangan Pemerintah Daerah yang memiliki postur fiskal rendah. Pemerintah Daerah harus bekerja keras mencari sumber pemasukan untuk membayarkan tambahan lainnya untuk PPPK.
Copyrights © 2025