Peningkatan pembangunan infrastruktur nasional menuntut pelaksanaan kontrak konstruksi yang transparan dan berkeadilan. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh pemerintah, meskipun diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, menimbulkan kerugian hukum dan ekonomi bagi penyedia jasa, sehingga menuntut adanya perlindungan hukum yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme perlindungan hukum terhadap penyedia jasa dalam kontrak konstruksi pemerintah yang mengalami pemutusan sepihak. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dengan studi pustaka dan analisis yuridis terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyedia jasa berhak atas perlindungan hukum melalui hak atas ganti rugi, penyelesaian sengketa melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan, serta jaminan kepastian hukum berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, konsensualisme, kepastian hukum, dan itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Temuan ini juga menunjukkan bahwa budaya hukum yang lebih mengutamakan pendekatan formal daripada dialog musyawarah menjadi tantangan serius dalam implementasi perlindungan hukum yang efektif. Kesimpulannya, integrasi antara substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem konstruksi yang lebih adil, transparan, dan mendukung keberlanjutan pembangunan nasional
Copyrights © 2025