Anak dianggap sebagai anugerah yang dititipkan Tuhan kepada orang tua, seperti dinyatakan dalam Alqur’an, yang menjadikannya sumber kebahagiaan. Namun, realitas menjadi orang tua sering kali disertai tantangan berat, terutama ketika anak yang diharapkan sebagai penyejuk hati justru terlibat dalam tindak kriminal, seperti pembunuhan 2024, di mana anak di bawah umur menjadi pelaku, mencerminkan kompleksitas dinamika antara anugerah dan cobaan dalam konteks keluarga. Allah berfirman bahwa anak dan harta adalah ujian, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi orang tua. Dalam konteks hukum, UU No. 11 tahun 2012 mengatur peradilan anak, berfokus pada rehabilitasi dan kesejahteraan psikologis anak yang berhadapan dengan hukum. Namun, muncul pertanyaan mengenai keadilan bagi korban, terutama dalam kasus tindak pidana berat. Penelitian ini menggunakan metode normatif untuk mengeksplorasi implementasi hukum dan keadilan bagi korban dalam kasus asusila dan pembunuhan yang melibatkan anak. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun sistem hukum berupaya melindungi anak, pelaku yang seharusnya dilindungi justru melakukan tindakan merugikan. Proses hukum cenderung memprioritaskan rehabilitasi tanpa memberikan efek jera yang memadai, terutama dalam kasus kekerasan ekstrem. Penelitian ini menekankan pentingnya menciptakan keseimbangan antara keadilan bagi korban dan pelaku, serta perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dalam menangani tindakan kriminal oleh anak. Dengan adanya ruang rehabilitasi yang sesuai, diharapkan dapat mencegah terulangnya perilaku menyimpang di masa depan dan memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh pendidikan dan pemulihan yang layak.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025