Perjanjian kredit adalah instrumen penting dalam hubungan hukum antara kreditur dan debitur yang mengatur hak dan kewajiban kedua pihak, termasuk penyelesaian cidera janji (wanprestasi). Di Indonesia, pengaturan perjanjian kredit mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), namun sering terjadi ketidakseimbangan penafsiran hukum yang merugikan debitur. Cidera janji seringkali memposisikan debitur dalam posisi lemah, terutama ketika kreditur lalai atau tidak transparan dalam memenuhi kewajibannya. Meskipun KUHPerdata lebih banyak mengatur kewajiban debitur, yurisprudensi Mahkamah Agung memberikan penafsiran lebih luas tentang tanggung jawab kreditur, termasuk kewajiban untuk bertindak dengan itikad baik dan memenuhi kewajiban tepat waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab kreditur dalam kasus cidera janji perjanjian kredit berdasarkan KUHPerdata, yurisprudensi Mahkamah Agung, dan perbandingan dengan sistem hukum negara lain. Penelitian ini juga menyoroti perlunya penguatan regulasi sektor keuangan dan perlindungan konsumen dalam perjanjian kredit. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil antara kreditur dan debitur di Indonesia.Kata Kunci: Perjanjian Kredit, Cidera Janji, Tanggung Jawab Kreditur, KUHPerdata, Yurisprudensi Mahkamah Agung
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025