Artikel ini menyajikan sebuah telaah kritis terhadap Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 25 Tahun 2024 tentang Kurikulum Muatan Lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data dianalisis secara kualitatif menggunakan Analisis Wacana Kritis Fairclough. Temuan penelitian ini menyoroti adanya ketimpangan kekuasaan simbolik dan struktural yang tertanam dalam teks kebijakan, serta memperlihatkan bagaimana kebijakan bahasa dapat berfungsi sebagai instrumen marginalisasi sosiolinguistik. Artikel ini ditutup dengan seruan untuk melakukan reorientasi paradigma dalam pengembangan kurikulum lokal yang berpusat pada prinsip inklusivitas, berbasis komunitas, serta mengintegrasikan pendekatan pendidikan multibahasa yang menjadikan keberagaman linguistik sebagai sumber daya pedagogis sekaligus budaya.
Copyrights © 2025