Dalam dekade terakhir, terapi sel punca telah menjadi bidang penelitian yang sangat berkembang karena potensinya dalam mengobati berbagai penyakit degeneratif dan gangguan sistem imun. Namun, hukum mengenai penggunaannya masih menjadi perdebatan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hukum terapi berbasis sel punca yang diperoleh dari darah tali pusat dalam perspektif syari’ah. Jenis penelitian ini merupakan library research (studi pustaka) dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Pendekatan konsep Ilhaq Al-Masail Bi Nazhairiha diterapkan untuk mengetahui hukum terapi stem cell dari darah tali pusat menurut perspektif syariah yang hanya dibatasi pada contoh-contoh kasus yang terdapat di dalam madzhab Syafi’i. Data penelitian diperoleh dari berbagai sumber literatur seperti kitab-kitab fiqih, jurnal, buku, laporan resmi, maupun dokumen dokumen lainnya yang kredibel dan relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum terapi berbasis sel punca darah tali pusat bayi yang sudah meninggal secara allotransplantasi diperbolehkan dengan empat syarat, yaitu: (1) dalam keadaan darurat, (2) tidak ada alternatif pengobatan lain, (3) harus atas pengetahuan kedokteran yang kredibel, dan (4) derajat resepien tidak boleh lebih rendah dari pendonor. Sedangkan terapi secara allotransplantasi dari bayi yang masih hidup diperbolehkan apabila sumber sel punca diperoleh dari bayi yang ghoiru ma’shum dengan memenuhi empat syarat di atas. Sebaliknya apabila diperoleh dari bayi yang ma’shum maka mutlak tidak diperbolehkan. Terapi secara autotranplantasi diperbolehkan apabila memenuhi empat syarat di atas serta mempertimbangkan kaidah akhofu ad-dhararain. Adapun terapi stem cell tali pusat untuk tujuan mempercantik penampilan maka diharamkan secara mutlak.
Copyrights © 2025