Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan apoteker dan implikasi hukum atas praktik penjualan obat keras tanpa resep dokter berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Praktik tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius yang berdampak pada keselamatan pasien dan integritas sistem pelayanan kefarmasian. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sumber bahan hukum terdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur ilmiah, serta publikasi akademik terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker memiliki kewenangan eksklusif dalam pelayanan dan penyerahan obat keras, yang harus dilaksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap kewenangan tersebut dapat menimbulkan implikasi hukum pidana, perdata, dan administratif, serta berdampak terhadap perlindungan konsumen dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi farmasi. Selain itu, masih terdapat celah hukum dalam pelaksanaan kewenangan apoteker, khususnya terkait penyerahan obat keras tertentu tanpa resep dokter yang belum diatur secara rinci dalam peraturan pelaksana. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan regulasi, peningkatan pengawasan, serta edukasi hukum dan etik kepada tenaga kefarmasian untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan menjaga kualitas pelayanan kesehatan
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025