Remaja masa kini berada dalam pusaran dinamika sosial, akademik, dan emosional yang penuh tekanan dan ketidakpastian. Di usia 16 hingga 18 tahun, remaja tidak hanya dituntut berprestasi secara akademik tetapi juga harus siap secara mental menghadapi dunia kerja yang kompetitif. Sayangnya situasi ini membuat mereka semakin rentan mengalami tekanan psikologis. Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor protektif yang mampu memperkuat ketahanan mental dan kesejahteraan psikologis pada remaja. Artikel ini menyajikan tinjauan sistematis untuk mengeksplorasi hubungan antara self-compassion dan resiliensi dengan kesejahteraan psikologis remaja dalam konteks global. Dengan menggunakan kerangka kerja PRISMA, sebanyak 30 artikel ilmiah internasional terbitan tahun 2020–2025 dianalisis secara menyeluruh, baik secara tematik maupun kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa self-compassion menjadi fondasi dalam membangun penerimaan diri dan pengelolaan emosi yang sehat, sementara resiliensi berperan sebagai jembatan penting dalam memperkuat dampak self-compassion terhadap berbagai aspek kesejahteraan psikologis, seperti stabilitas emosi, kepuasan hidup, dan keterlibatan belajar. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya integrasi penguatan self-compassion dan resiliensi ke dalam program pendidikan dan bimbingan konseling di sekolah. Secara praktis, hasil studi ini memberikan pijakan bagi pengembangan kurikulum non-akademik yang tidak hanya membentuk siswa menjadi pribadi yang kompeten secara intelektual tetapi juga tangguh, seimbang, dan sehat secara emosional.
Copyrights © 2025