Penelitian ini menganalisis konteks dan implikasi teologis dari 1 Tesalonika 5:17, "Tetaplah berdoa," dalam kehidupan jemaat Tesalonika dan relevansinya bagi gereja masa kini. Surat 1 Tesalonika, ditulis oleh Rasul Paulus sekitar tahun 50 Masehi, ditujukan kepada jemaat muda yang menghadapi penganiayaan dan kebingungan tentang kedatangan Kristus yang kedua. Ayat ini menekankan pentingnya doa yang terus-menerus sebagai komunikasi konstan dengan Tuhan, bukan sekadar ritual sesekali, melainkan gaya hidup yang mencerminkan ketergantungan mutlak pada Allah. Konteks historis menunjukkan bahwa jemaat Tesalonika, yang baru bertobat dari penyembahan berhala, membutuhkan penguatan iman di tengah tekanan sosial dan spiritual. Paulus mendorong mereka untuk mempraktikkan doa dalam segala situasi, disertai dengan ucapan syukur (1 Tesalonika 5:18), sebagai sarana menghadapi tantangan dan memelihara persekutuan dengan Tuhan. Penelitian ini juga mengkaji aplikasi praktis doa dalam kehidupan gereja modern, termasuk perannya dalam penguatan iman, kesatuan jemaat, pelayanan, pengambilan keputusan, dan peperangan rohani. Tantangan seperti gaya hidup sibuk dan individualisme diatasi melalui pengajaran Alkitabiah, pembudayaan doa bersama, serta pemanfaatan teknologi untuk memperluas praktik doa. Dampak doa yang konsisten terlihat dalam pertumbuhan rohani jemaat, kepekaan terhadap kehendak Tuhan, dan kesaksian hidup yang transformatif. Kesimpulannya, 1 Tesalonika 5:17 menegaskan doa sebagai inti kehidupan Kristen yang dinamis, relevan bagi gereja dalam segala zaman untuk tetap terhubung dengan sumber kuasa Ilahi.
Copyrights © 2025