Perkembangan teknologi digital telah melahirkan bentuk-bentuk kekerasan seksual baru yang dilakukan melalui media daring, seperti penyebaran konten intim tanpa izin (NCII), sextortion, dan pelecehan melalui pesan langsung. Kota Depok sebagai kota urban dengan tingkat penetrasi internet yang tinggi menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap kekerasan seksual digital (KSD). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan seksual digital yang terjadi di Kota Depok serta menganalisis efektivitas penegakan hukum melalui UU ITE, UU TPKS, dan KUHP baru. Menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris, data diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan aparat penegak hukum, korban, dan lembaga pendamping. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang cukup komprehensif, implementasi di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan. Hambatan utama meliputi tumpang tindih regulasi, keterbatasan kapasitas teknis aparat dalam menangani bukti digital, serta rendahnya literasi hukum dan keberanian korban untuk melapor. UU TPKS dinilai paling progresif dalam menangani KSD, namun belum sepenuhnya diimplementasikan secara konsisten. Penelitian ini merekomendasikan harmonisasi regulasi, pelatihan aparat, perlindungan yang lebih maksimal terhadap korban, serta peningkatan kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan sistem hukum yang responsif terhadap kekerasan seksual berbasis digital.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025