Karya seni lukis ini terinspirasi dari fenomena budaya perempuan Pariaman yang dikenal sebagai anak matah, yaitu perempuan yang telah menikah dan memikul peran sosial serta tanggung jawab adat dalam struktur kekerabatan Minangkabau. Penciptaan karya ini menyoroti perbedaan karakter dan nilai budaya antara anak matah pada era 1970-an dan masa kini. Anak matah pada dekade 1970-an dikenal sangat menjunjung tinggi adat dan istiadat, menjalani kehidupan berumah tangga dengan nuansa tradisional yang kuat, serta menggunakan simbol-simbol budaya dalam keseharian mereka. Sebaliknya, anak matah masa kini cenderung lebih praktis, santai, dan tidak lagi sepenuhnya terikat pada simbol-simbol adat, sehingga mencerminkan pergeseran nilai dalam menjalani peran tersebut.Proses penciptaan dilakukan melalui pendekatan personal-emosional dan kultural-reflektif, dengan metode eksplorasi visual, observasi budaya lokal pariaman, serta wawancara dengan Bundo Kanduang dan perempuan anak matah lintas generasi. Hasil penciptaan berupa lima karya seni lukis beraliran surealisme dengan teknik plakat dan aquarel, menggunakan simbol-simbol budaya seperti carano, suntiang, kebaya, hena dan songket. Simbol-simbol ini mempresentasikan dinamika antara adat, cinta, rindu, dan perubahan nilai budaya dari era 1970-an dengan masa kini. Karya ini diharapkan menjadi ruang reflektif bagi masyarakat, khususnya perempuan Pariaman, dalam memahami kembali identitas dan peran mereka ditengah arus perubahan sosial budaya.
Copyrights © 2025