Perkawinan beda agama merupakan pernikahan antara pria dan wanita yang memeluk agama berbeda, yang menimbulkan persoalan hukum, khususnya terkait hak waris anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status dan hak waris anak dari perkawinan beda agama menurut Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KHI, khususnya Pasal 40 huruf (c) dan Pasal 44, melarang perkawinan antara Muslim dan non-Muslim. Anak dari perkawinan beda agama dianggap tidak sah menurut hukum Islam. Selanjutnya, Pasal 171 huruf (c) KHI menyatakan bahwa ahli waris harus beragama Islam dan memiliki hubungan darah atau pernikahan yang sah. Jumhur ulama (Syafi’i, Maliki, dan Hanbali) sepakat bahwa perbedaan agama menjadi penghalang waris; seorang Muslim tidak dapat mewarisi non-Muslim, begitu juga sebaliknya. Fatwa MUI No. 5/MUNAS VII/9/2005 juga menegaskan bahwa dalam hukum waris Islam, tidak ada hak saling mewarisi antara Muslim dan non-Muslim. Maka, meskipun secara negara anak dari perkawinan beda agama dianggap sah, ia tidak berhak atas warisan dari orang tua Muslim bila tidak memeluk Islam. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah mengatur secara tegas larangan perkawinan beda agama untuk menghindari kekosongan hukum dan kontroversi.
Copyrights © 2025