Antikoagulan merupakan obat pengencer darah untuk mencegah pembentukan dan perkembangan trombus pada aliran darah. Warfarin dan heparin termasuk antikoagulan generasi lama. Rivaroxaban, edoksaban, dabigatran, dan apiksaban termasuk antikoagulan generasi baru. Obat ini memerlukan monitor yang ketat karena berindeks terapi sempit, dan memiliki potensi efek samping obat berupa perdarahan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan antikoagulan terhadap perubahan nilai aPTT dan mengetahui adanya kejadian adverse drug reaction (ADR) pada pasien kardiovaskuler di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Metode penelitian ini dilakukan dengan rancangan deskriptif observational retrospektif, serta pengumpulan data didapat dari data rekam medis pasien rawat inap penyakit kardiovaskuler. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden paling banyak terdiagnosis miokard infark sebesar 39,9%, berusia 20–60 tahun (44%) dan paling banyak berjenis kelamin laki-laki (69,8%). Penggunaan antikoagulan yang digunakan pada responden penelitian ini, antara lain: heparin i.v. (64,70%), warfarin oral (14,11%), fondaparinux i.v. (18,86%), rivaroxaban oral (1,17%), dan enoxaparin oral (1,17%). Kejadian ADR yang timbul pada pasien yang menggunakan antikoagulan UFH mengalami hematuria (56,52%), epistaksis (13,04%), melena (13,04%), batuk berdarah (8,7%), hematemesis (4,35%), dan gusi berdarah (4,35%). Sedangkan pasien yang menggunakan antikoagulan fondaparinux mengalami hematuria (66,67%), epistaksis (11,11%), hematemesis (11,11%), dan gusi berdarah (11,11%). Hasil paired t-test menunjukkan terdapat pengaruh perubahan nilai aPTT setelah penggunaan antikoagulan heparin (p<0,05), dan kejadian ADR antikoagulan yang paling banyak timbul adalah hematuria. Penggunaan antikoagulan heparin dapat mengubah nilai aPTT sehingga perlu adanya monitoring tanda gejala perdarahan lebih lanjut.
Copyrights © 2025