Penelitian ini membahas praktik hibah sebagai mekanisme dalam pembagian waris di masyarakat adat Batak Mandailing, Desa Pagaran Baringin, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Masalah penelitian berfokus pada perbedaan hukum dan praktik hibah dibandingkan dengan wasiat, infak, dan pemberian lainnya, serta bagaimana hibah dapat digunakan tanpa menghilangkan nilai ilmu faraidh. Tujuan penelitian adalah menganalisis kedudukan hibah dalam waris, penerapannya kepada salah satu anak, serta perspektif ulama tafsir dan hukum positif terkait hibah. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan Library Research, menggunakan pendekatan tafsir bilma’sur dan tafsir kontekstual untuk menelaah literatur fiqh, tafsir Al-Qur’an, serta regulasi hukum seperti KUHPerdata dan KHI. Penelitian menelaah dokumen dan literatur klasik, serta peraturan hukum kontemporer, untuk memahami korelasi antara prinsip keadilan, fleksibilitas sosial, dan praktik hibah dalam keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hibah sah digunakan sebagai mekanisme dalam waris, termasuk pemberian kepada salah satu anak, dengan catatan kesepakatan ahli waris dan prinsip keadilan tetap dijaga. Hibah mencerminkan refleksi hati orang tua, sejalan dengan contoh kasih sayang dalam sejarah nabi dan ajaran Islam. Selain itu, praktik hibah memberikan fleksibilitas bagi orang tua untuk memberikan reward atau bantuan kepada anak tanpa menyalahi hukum waris, meskipun terdapat batasan pada hukum positif yang membatasi hibah pasca kematian pewaris. Penelitian ini menekankan bahwa hibah dapat menjadi alternatif mekanisme waris yang sah, adil, dan fleksibel, serta memberikan kontribusi bagi pengembangan hukum Islam kontemporer dan kebijakan keluarga, sekaligus menjadi referensi bagi studi lanjut mengenai interaksi hukum adat, hukum positif, dan praktik keagamaan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025