Reformasi 1998 menjadi tonggak penting dalam memperkuat tata kelola pemerintahan di Indonesia, termasuk melalui pembentukan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebagai lembaga independen pengawas pelayanan publik. Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 mengatur tata cara penerimaan, pemeriksaan, dan penyelesaian laporan maladministrasi. Namun, implementasinya di tingkat daerah, khususnya di Perwakilan Ombudsman Provinsi Sumatera Selatan, menghadapi berbagai kendala. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi peraturan tersebut dengan menyoroti tingkat kepatuhan administratif, kelancaran fungsi rutin, serta dampaknya terhadap pelayanan publik. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, melalui wawancara dengan aparat Ombudsman dan pelapor masyarakat, serta analisis dokumen pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun prosedur penerimaan, pemeriksaan, dan penyelesaian laporan telah sesuai regulasi, pelaksanaannya sering melebihi batas waktu ideal akibat keterbatasan sumber daya manusia, anggaran, serta kurangnya respons dari instansi terlapor. Kondisi ini berdampak pada efektivitas penyelesaian laporan, meski masyarakat tetap menilai kehadiran Ombudsman positif sebagai saluran pengaduan publik. Penelitian ini merekomendasikan penguatan kelembagaan melalui penambahan personel, digitalisasi sistem kerja, serta penguatan regulasi yang memberikan sanksi lebih tegas bagi instansi yang tidak kooperatif.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025