Penelitian ini dilatarbelakangi migrasi masyarakat Bugis pasca-konflik DI/TII (1950"“1965) dari Sulawesi Selatan ke Banten dan Kalimantan Selatan (Kalsel) yang dipicu trauma kekerasan, tradisi sompe (merantau), dan peluang ekonomi. Tujuan penelitian adalah menganalisis faktor pendorong migrasi, strategi adaptasi budaya, tantangan lingkungan, dan transformasi generasi muda. Menggunakan metode penelitian sejarah, data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara, observasi partisipatif, dan analisis dokumen kebijakan. Hasil menunjukkan migrasi Bugis berkontribusi pada dominasi sektor maritim di Banten (industri kayu dan perikanan) serta perkebunan karet dan batubara di Kalsel. Populasi Bugis meningkat menjadi 7.000 jiwa di Banten dan 5.000 jiwa di Kalsel (KKSS). Tantangan utama meliputi degradasi lingkungan (pendangkalan Teluk Banten, kerusakan lahan tambang) dan penurunan identitas generasi muda (78% pemuda di Banten lebih fasih bahasa Indonesia/Sunda). Selain itu, inovasi seperti ekowisata mangrove dan agroforestri karet-aren meningkatkan pendapatan masyarakat.
Copyrights © 2025