Perkembangan pesat dalam teknologi kedokteran, khususnya stem cell (sel punca), memberikan harapan positif dalam pengobatan penyakit kronis dan degeneratif. Namun, penerapannya menimbulkan beberapa dilema etika yang signifikan, terutama terkait penggunaan dan hal-hal terkait embrio manusia yang memiliki potensi kehidupan. Menyikapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa Nomor 51 Tahun 2020 yang mengatur ketentuan penggunaan stem cell secara syar’i dengan berbagai syarat yang diharapkan mampu menjadi kompas dalam membersamai kemajuan teknologi, terutama terkait sumber sel yang digunakan. Penelitian ini bertujuan mengkaji fatwa tersebut melalui perspektif maqāṣid al-syarī‘ah yang mencakup perlindungan agama (hifz al-din), jiwa (hifz al-nafs), akal (hifz al-‘aql), keturunan (hifz al-nasl), dan harta (hifz al-maal). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan normatif-teologis dan analitis-deskriptif berbasis studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fatwa MUI secara tegas mengintegrasikan prinsip maqāṣid al-syarī‘ah dalam menanggapi tantangan teknologi medis modern, dengan menekankan keseimbangan antara kemajuan ilmiah dan kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam.
Copyrights © 2025