Peralihan hak atas tanah merupakan bagian penting dalam sistem hukum pertanahan Indonesia yang wajib dilakukan melalui prosedur formal, yakni dengan menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, dalam praktiknya masih banyak terjadi transaksi jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT, baik karena ketidaktahuan hukum, alasan biaya, maupun kesengajaan yang melanggar asas legalitas. Hal ini menimbulkan persoalan serius terkait status hukum peralihan hak, kepastian hukum, serta perlindungan hukum bagi pihak yang beritikad baik. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana status hukum peralihan hak atas tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT serta apa implikasi hukumnya terhadap perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan analisis terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan hak tanpa akta PPAT tidak diakui dalam sistem administrasi pertanahan dan membuka ruang sengketa hukum, terutama dalam hal balik nama dan klaim pihak ketiga. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan regulasi, pengawasan terhadap PPAT, serta edukasi hukum bagi masyarakat untuk mencegah praktik serupa di masa depan.
Copyrights © 2025