Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Penanaman Kembali Hutan Mangrove Sebagai Upaya Pelestarian Lingkungan Pada Kebun Raya Mangrove Gunung Anyar Surabaya Sri Anggraini Kusuma Dewi; Mohammad Roesli; M. Hidayat; Sumarso; Supolo Setyo Wibowo; Bastianto Nugroho; Asep Heri; Priambodo Adi Wibowo; Gesang Iswahyudi
Asthadarma : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 3 No. 2 (2022): September
Publisher : Universitas Merdeka Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/asthadarmajurnalpengabdiankepadamasyarakat.v3i2.8

Abstract

The Gunung Anyar Mangrove Botanical Garden is located on Jalan Medokan Sawah Timur, Segoro Tambak Sedati, Medokan Ayu, Rungkut District, Surabaya City, East Java. The area which has an area of 25 hectares is known as a place for nature conservation, equipped with various supporting facilities, such as a pavilion, fishing pond and jogging track. Various types of mangrove plants and various kinds of wildlife such as long-tailed monkeys, bird species and other animals also provide added value. In its development this area also functions as a tourist place, a means of education and gain knowledge. To maximize its function, this conservation area needs to be continuously maintained, including by replanting mangrove forests. This community service activity aims to support efforts to rehabilitate and improve mangrove ecosystems, increase the participation of the community, local government, and universities in the action of saving the coast in the mangrove botanical garden area of Gunung Anyar Surabaya.
Uridical Reviewon Drug And Cosmetics Imported Chinese Products That Do Not Include Indonesian Language Labels Yeyen Handoyo; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 20 No. 1 (2024): June
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v19i4.225

Abstract

The aim of this research is to find out the consumer protection for imported Chinese medicinal and cosmetic products that do not include Indonesian language. This research uses the method. Result The form of consumer protection against the distribution of imported Chinese medicinal and cosmetic products that do not include Indonesian is a form of preventive protection, namely a form of protection with the existence of several regulations such as the UUPK, while repressive protection itself cannot be carried out optimally, this is because consumers themselves do not report when product incompatibilities occur.
Diversion in the Investigation Process for Children in Conflict with the Law Arianti Putri Purwanti; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 20 No. 2 (2024): September
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v20i2.245

Abstract

Objectives of the Research to find out the framework of thought that underlies the implementation of Diversion in Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System through Diversion. This research method uses normative juridical. What is meant by normative juridical research type is the research method carried out by focusing on positive legal norms in the form of statutory regulations. In this normative legal research, we will examine statutory regulations that will explain the appropriate form of diversion in resolving children's criminal cases in order to fulfill children's rights. Result Restorative Justice is a Diversion. If the child's case meets the requirements for diversion then the hope of restorative justice can be realized, namely by the success of diversion. Sometimes children's cases do not meet the requirements for diversion in accordance with the Law on the Juvenile Criminal Justice System, even though children's cases lead to restorative justice because the perpetrator and victim have received a fair solution by making peace and can recover as before. If the Diversion efforts are not completed, the child is threatened with punishment so this is not in accordance with the Principle of Deprivation of Freedom and Punishment as a last resort, because there are efforts that could have been carried out or attempted, namely Diversion, but were not carried out because there are restrictions on Diversion in Children's cases in accordance with Article 7 of the Law. -Law Concerning the Juvenile Criminal Justice System. If the Indonesian state does what the Philippine state does, namely applying diversion to every child case, then deprivation of liberty and punishment will truly be a last resort.
Legal Review of Decisions Exceeding The Demands (Ultra Petita) Erin Irgo Septyalona; Bastianto Nugroho; Mohammad Roesli
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 20 No. 4 (2025): March
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v20i4.264

Abstract

The aim of this research is to determine the provisions for proceedings at the General Court and specifically the provisions for proceedings at the Constitutional Court in carrying out the judicial review of laws against the 1945 Constitution according to Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court. Method Normative research, with a conceptual approach, namely legal research that looks for principles, doctrines and sources of law in a juridical philosophical sense.Results of the Constitutional Court (MK). The establishment of the Constitutional Court was based on the third amendment to the 1945 Constitution which was carried out by the MPR in 2001. The Constitutional Court is an independent judicial authority to administer justice to uphold law and justice alongside the Supreme Court and subordinate courts (Article 24 paragraphs (1) and (2) Amendment Third). The Constitutional Court was formed to guarantee that the constitution as the highest law can be enforced, so that the Constitutional Court is known as the guardian of the constitution.
Upaya Paksa Penahanan pada Perkara Pidana pada Tingkat Penyidikan Tatas, Juang Tatas; Bastianto Nugroho; Mohammad Roesli
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11818

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai upaya paksa penahanan dalam perkara pidana pada tingkat penyidikan, yang merupakan salah satu instrumen penting dalam hukum acara pidana di Indonesia. Latar belakang penelitian ini berangkat dari dilema antara kepentingan penegakan hukum dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat penahanan merupakan bentuk perampasan kemerdekaan seseorang yang sangat sensitif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan doktrinal, melalui studi literatur terhadap KUHAP, undang-undang terkait, serta pandangan para ahli hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun KUHAP telah memberikan landasan hukum yang jelas terkait penahanan, dalam praktiknya sering muncul permasalahan seperti penyalahgunaan kewenangan, ketidakjelasan syarat subyektif penahanan, hingga potensi perpanjangan penahanan yang merugikan tersangka. Pembahasan menegaskan bahwa upaya paksa penahanan harus memenuhi syarat-syarat hukum yang obyektif maupun subyektif, dilakukan oleh pejabat yang berwenang, serta memperhatikan masa waktu yang diatur undang-undang agar tidak bertentangan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia. Penelitian ini menekankan perlunya koordinasi antara penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk meminimalisir potensi penyimpangan dalam praktik penahanan.
Penyalahgunaan Kewenangan yang Dilakukan oleh Pejabat Oktakirana, Dhema Oktakirana; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11859

Abstract

Judul penelitian "Penyalahgunaan Kewenangan Yang Dilakukan Oleh Pejabat" mengkaji masalah gratifikasi dan suap yang melibatkan pejabat di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh budaya "uang pelicin" yang masih marak di masyarakat, meskipun ancaman pidana bagi pejabat yang menerima hadiah telah diperberat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pasal 413 sampai 437 KUHP yang berkaitan dengan kejahatan jabatan telah dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan fokus pada peraturan perundang-undangan, teori, dan asas hukum yang relevan. Pembahasan skripsi mencakup hubungan antara KUHP dan undang-undang pidana di luar KUHP, serta pengertian kejahatan dan pelanggaran jabatan. Analisis kasus Raden Sonson Natalegawa menyoroti bagaimana Pengadilan Negeri membebaskan terdakwa, sementara Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut dan menyatakan terdakwa bersalah atas tindak pidana korupsi. Berdasarkan analisis tersebut, skripsi ini menyimpulkan bahwa klasifikasi pasal 418 KUHP sebagai tindak pidana korupsi telah meningkatkan ancaman pidana secara signifikan. Skripsi ini juga menyarankan perlunya peningkatan kesejahteraan dan kesadaran mental pegawai negeri untuk mengurangi godaan menerima hadiah.
Cerai Gugat Istri Akibat Suami Masuk Penjara Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Handini, Handini Rahmayanti; Mohammad Roesli; M. Hidayat
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11863

Abstract

Fenomena perceraian di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan, terutama pada kasus gugat cerai yang diajukan istri terhadap suami yang sedang menjalani hukuman pidana. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa keberlangsungan rumah tangga sering kali terganggu ketika salah satu pihak harus menjalani hukuman di penjara, sehingga memunculkan persoalan psikologis, sosial, dan ekonomi yang mendorong istri untuk mengakhiri pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode normatif-yuridis dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, serta didukung data sekunder dari literatur, peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dasar hukum gugat cerai istri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya Pasal 132 KHI. Secara sosiologis, fenomena ini mencerminkan pergeseran peran perempuan dalam memperjuangkan haknya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik ketika rumah tangga sudah tidak harmonis. Dengan demikian, gugat cerai istri karena suami dipidana memiliki legitimasi hukum sekaligus aspek sosial yang patut diperhatikan dalam praktik peradilan agama.
Proses Penyidikan Tentang Perkara Kesaksian Palsu Menurut Pasal 242 KUHP Yuliana, Novita; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11869

Abstract

Kesaksian palsu merupakan persoalan serius dalam proses peradilan pidana karena dapat mengaburkan fakta hukum serta menghambat terwujudnya keadilan. Pasal 242 KUHP telah mengatur ancaman pidana bagi saksi yang terbukti memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, namun praktik di lapangan sering kali menunjukkan adanya penyimpangan prosedural. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyidikan terhadap saksi yang memberikan kesaksian palsu, mekanisme koordinasi antar aparat penegak hukum, serta kewenangan pihak-pihak terkait dalam penerapan sanksi. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa penyidikan perkara kesaksian palsu harus mengacu pada KUHP dan KUHAP, khususnya terkait pemeriksaan saksi, prosedur penahanan, serta peran hakim dalam mengeluarkan penetapan. Namun demikian, praktik di lapangan masih ditemukan pelanggaran, seperti penahanan saksi tanpa penetapan hakim, sebagaimana terjadi pada kasus Tommy Soeharto. Hal ini menegaskan pentingnya koordinasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam kerangka integrated criminal justice system. Profesionalisme aparat penegak hukum menjadi faktor utama untuk menjamin penyelesaian perkara kesaksian palsu sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Peran Serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam Rangka Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia Rosalia, Alvina; Mohammad Roesli; M. Hidayat
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11872

Abstract

Penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia merupakan tantangan yang kompleks, khususnya dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak warga negara dari berbagai bentuk pelanggaran. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hadir sebagai lembaga independen yang memiliki mandat konstitusional untuk mengawasi, menegakkan, dan memajukan HAM. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran serta Komnas HAM dalam penegakan HAM di Indonesia, baik dari aspek pencegahan, penanganan kasus, hingga upaya advokasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Data diperoleh melalui studi kepustakaan yang mencakup undang-undang, putusan pengadilan, dokumen resmi, serta literatur akademik terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komnas HAM memiliki peran signifikan dalam memberikan rekomendasi, menyelidiki pelanggaran, serta mendorong pemerintah untuk memenuhi kewajiban konstitusionalnya. Namun, terdapat sejumlah kendala seperti keterbatasan kewenangan, kurangnya implementasi rekomendasi, dan lemahnya koordinasi antar lembaga. Penelitian ini menegaskan bahwa efektivitas Komnas HAM sangat dipengaruhi oleh dukungan politik, regulasi yang kuat, dan partisipasi masyarakat sipil.
Implikasi Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Puhas Dirja Dewantara; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i6.11977

Abstract

Peralihan hak atas tanah merupakan bagian penting dalam sistem hukum pertanahan Indonesia yang wajib dilakukan melalui prosedur formal, yakni dengan menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, dalam praktiknya masih banyak terjadi transaksi jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT, baik karena ketidaktahuan hukum, alasan biaya, maupun kesengajaan yang melanggar asas legalitas. Hal ini menimbulkan persoalan serius terkait status hukum peralihan hak, kepastian hukum, serta perlindungan hukum bagi pihak yang beritikad baik. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana status hukum peralihan hak atas tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT serta apa implikasi hukumnya terhadap perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan analisis terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan hak tanpa akta PPAT tidak diakui dalam sistem administrasi pertanahan dan membuka ruang sengketa hukum, terutama dalam hal balik nama dan klaim pihak ketiga. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan regulasi, pengawasan terhadap PPAT, serta edukasi hukum bagi masyarakat untuk mencegah praktik serupa di masa depan.