Paradigma kesehatan jiwa mengalami pergeseran dari berfokus penyakit/gangguan jiwa (model patogenik) menuju model kesehatan jiwa positif (model salutogenik) yang menekankan pada kesejahteraan dan fungsi optimal. Penelitian menggunakan desain kuantitatif potong lintang dengan convenience sampling. Kriteria inklusi adalah responden berusia 18-40 tahun dan bersedia mengisi kuesioner. Data dikumpulkan pada bulan September 2024 melalui kuesioner daring mencakup instrumen Mental Health Continuum-Short Form (MHC-SF) versi Indonesia dan data sosio-demografi. Partisipan berjumlah 191 orang dari wilayah Jakarta, Bogor dan Tangerang. Ditemukan 55,5% responden dalam kategori flourishing, 40,3% moderate, dan 4,2% languishing. Uji Chi-Square menunjukkan hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan kategori status kesehatan jiwa (p<0,001). Secara signifikan laki-laki memiliki skor Social Well being yang lebih tinggi; individu yang menikah menunjukkan skor total MHC-SF, Emotional Wellbeing dan Social Wellbeing yang lebih tinggi. Terdapat perbedaan skor Emotional Wellbeing yang signifikan pada tingkat pendidikan. Temuan ini berimplikasi pentingnya kebijakan kesehatan jiwa pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan serta program/intervensi dukungan emosional untuk individu yang belum menikah dan intervensi untuk mengoptimalkan dimensi kesejahteraan sosial yang berperspektif gender.
Copyrights © 2025