Setiap orang yang melakukan tindak kejahatan, pasti menerima konsekuensi hukum berupa pemidanaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk pemidaan adalah dipenjara dalam kurun waktu tertentu. Meskipun demikian, terdapat peluang untuk dilakukannya bebas bersyarat atas vonis pidana penjara. Namun, pemberian bebas bersyarat tersebut masih terdapat masalah hukum berupa konflik norma, yaitu antara Permenkumham No. 3 Tahun 2018 dan Perubahannya dengan Permenkumham No. 32 Tahun 2020 dan Perubahannya. Persoalan krusial adalah pada adanya syarat mengetahui lurah atau kepala desa dalam surat jaminan untuk bebas bersyarat. Dilakukan penelitian hukum normatif, untuk mengkaji persoalan tersebut. Didukung dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Setiap orang yang telah divonis hukuman penjara, masih sangat dimungkinkan untuk mendapatkan bebas bersayarat. Pertimbangannya adalah mengurangi kepadatan Lapas (overcrowding), menghemat pos anggaran Narapidana, dan sebagai bentuk pembinaan kepada Narapidana agar tidak mengulang kejahatannya. Syarat mengetahui lurah atau kepala desa dalam surat jaminan untuk pembebasan bersyarat, hanyalah merupakan aspek formil. Hal itu justru berdampak pada akses keadilan yang bersifat birokratis. Idealnya perlu ada penguatan dari Permenkumham No. 32 Tahun 2020 dan Perubahannya sebagai bagian dari terobosan hukum yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum.
Copyrights © 2025