Program redistribusi tanah di Indonesia menghadapi tantangan kompleks, terutama konflik agraria yang seringkali menghambat pencapaian tujuannya. Kajian ini membandingkan dua kasus, yaitu keberhasilan di Desa Muktisari, Ciamis, Jawa Barat, dan hambatan yang dihadapi di Nagari Padang Mentinggi, Pasaman, Sumatera Barat. Dengan pendekatan yuridis normatif dan analisis deskriptif, kajian ini mengkaji faktor-faktor penentu keberhasilan dan kendala program melalui studi literatur dan wawancara. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan aktif masyarakat dan dialog konstruktif di Desa Muktisari menjadi kunci keberhasilan. Berbeda halnya dengan Nagari Padang Mentinggi, di mana konflik yang berlapis dan kendala struktural mengakibatkan keterlambatan dan hasil yang kurang optimal. Oleh karena itu, keberhasilan redistribusi tanah memerlukan strategi menyeluruh yang meliputi penguatan hukum adat, transparansi yang lebih tinggi, partisipasi masyarakat yang bermakna, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. kajian ini menyoroti perlunya reformasi kebijakan agraria yang komprehensif untuk mewujudkan keadilan dan keberlanjutan pengelolaan lahan di Indonesia.
Copyrights © 2025