Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

Strengthening Indonesian Banking Industry to Comply with ASEAN Banking Integration Framework Concerning Reciprocity and Gap-Reduction Principles Handayani, Tri; Abubakar, Lastuti; W, Supraba Sekarwati; Nurlinda, Ida
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.008 KB)

Abstract

AbstractIndonesia maintains the commitment to strengthen economic growth and to promote financial stability in the ASEAN region. However, the differences of the economic growth among the ASEAN members become an obstacle for the ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). The ABIF promotes the gap-reduction to enhance the ASEAN members’ capacity to get benefits from the integration framework. However, some countries make some exceptions for the ABIF agenda. One of the benefits of ABIF is that Indonesia Banks can have access to broader market. To get the access, Indonesia has to fulfill as Qualified ASEAN Banks (QABs). One of the criteria is sufficient capital of banks. QABs requires bilateral agreement between state parties and promote the reciprocity and gap reduction principles. For instance, according to a schedule of specific commitment for banking sector, Indonesia and Malaysia had launched commercial presence on July 2017. One of the Indonesian Bank that comply with the criteria of QABs is PT. Bank Mandiri (Persero). It has established a branch office in Malaysia by the end of 2017. Thus, it proves that the Indonesian banking industry is ready to compete in the ASEAN Market.AbstrakIndonesia berkomitmen untuk tetap memperkuat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas keuangan di wilayah ASEAN. Namun demikian, perbedaan pertumbuhan ekonomi diantara Negara-negara anggota ASEAN menjadi hambatan terlaksananya ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). ABIF pada dasarnya dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kapasitas Negara-negara anggota ASEAN sehingga mendapatkan manfaat dari ABIF, walaupun beberapa negara masih dikecualikan dari beberapa agenda yang disepakati dalam ABIF. Pelaksanaan ABIF didasarkan pada perjanjian bilateral. Berdasarkan schedule of specific commitment Indonesia dan Malaysia meluncurkan kegiatan komersial banking pada July 2017. Salah satu Bank dari Indonesia yang memenuhi kriteria QABs adalah PT. Bank Mandiri (Persero) dan akan mengoperasikan kantor cabang penuh di Malaysia pada akhir 2017. Dengan demikian, merupakan suatu bukti bahwa industri perbankan Indonesia sudah siap menghadapi persaingan di Pasar ASEAN. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v5n2.a5 
Kebijakan Pengelolaan Tambang dan Masyarakat Hukum Adat yang Berkeadilan Ekologis Nugroho, Wahyu; Imamulhadi, Imamulhadi; Nugroho, Bambang Daru; Nurlinda, Ida
Jurnal Konstitusi Vol 15, No 4 (2018)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.616 KB) | DOI: 10.31078/jk1547

Abstract

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimana kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan berdasarkan undang-undang pertambangan mineral dan batubara? Kedua, bagaimana kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan perspektif masyarakat hukum adat yang berkeadilan ekologis? Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama, kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan berdasarkan undang-undang pertambangan mineral dan batubara saat ini hendaknya disesuaikan dengan putusan-putusan mahkamah konstitusi dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam konteks perizinan. Pemerintah daerah provinsi sekarang ini mengambil alih kewenangan pemerintah kabupaten/kota untuk mengeluarkan izin tambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 yang sebenarnya masih bersifat semi sentralistik dan secara kewilayahannya dalam konteks tambang masih berada di kabupaten, sementara pemerintah provinsi sebagai wakil dari pemerintah pusat; kedua, Kebijakan pengelolaan sumber daya pertambangan perspektif masyarakat hukum adat yang berkeadilan ekologis terletak pada konsep kearifan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam hal ini tambang yang menjadi hak penguasaan negara. Terdapat hubungan timbal balik antara manusia dengan alam, dimana masyarakat hukum adat selalu menempatkan keseimbangan alam dalam pengelolaan lingkungan (participerend cosmisch), sehingga keadilan ekologis dapat dirasakan semua unsur alam, selain manusia.The problems in this paper are: first, what are the mining resource management policies based on mineral and coal mining laws? and second, how is the mining resource management perspective of the ecological justice community indigenous people? This research method uses normative legal research with the classification of secondary data including primary legal materials including legislation in the fields of mineral and coal mining, environmental protection and management, and regional government. Secondary legal material in the form of books and journals, while secondary legal material in the form of online news. Data analysis using qualitative juridical analysis. The results of this study are first, current mining resource management policies based on mineral and coal mining laws should be adjusted to the decisions of the constitutional court and Law No. 23 of 2014 concerning Regional Government in the context of licensing. The provincial government is currently taking over the authority of the district / city government to issue mining permits under Law No. 23 of 2014 which are actually still semi-centralistic and in the territory in the context of mines still in the district, while the provincial government is the representative of the central government; secondly, the policy of managing mining resources from the perspective of indigenous peoples with ecological justice lies in the concept of indigenous peoples’ wisdom in managing natural resources, in this case mining which is the state’s right of control. There is a reciprocal relationship between humans and nature, where customary law communities always place natural balance in environmental management (participerend cosmisch), so that ecological justice can be felt by all elements of nature, other than humans.
TELAAH ATAS MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANAHAN Nurlinda, Ida
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.866 KB)

Abstract

ABSTRAKRUU Pertanahan perlu dibentuk karena pemanfaatannya belum dapat memakmurkan rakyat Indonesia sesuai amanat UUD 1945. Untuk itu UUPA sebagai peraturan dasar pertanahan perlu dilengkapi dengan peraturan, pada tataran bentuk dan level yang kurang lebih sama. Dengan demikian, RUU Pertanahan tidak dimaksudkan untuk menggantikan UUPA, namun bersifat lex specialis dari UUPA yang bersifat lex generalis. Untuk itu perlu dikaji materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tersebut agar selaras dengan UUPA.Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk menyusun kajian ini. Analisis atas peraturan dan bahan pustaka dilakukan secara juridis kualitatif dengan menggunakan metode penafsiran hukum sistematis.Materi muatan RUU Pertanahan harus menekankan pada pengaturan pemilikan, dan penggunaan tanah yang lebih mengutamakan keadilan agraria, yang dapat memperkecil timbulnya konflik/sengketa agraria. Keadilan agraria adalah kondisi dimana tidak ada penumpukan pemilikan dan penggunaan tanah pada seseorang atau korporasi. Oleh karenanya materi muatannya harus mengacu dan selaras dengan UUPA, Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 dan Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi tentang penafsiran hak menguasai negara, sebagai hasil dari upaya pembaruan agraria. Hal ini penting, karena untuk keharmonisan sistem hukum, RUU Pertanahan harus menjadi subsistem yang integral dari sistem hukum agraria nasional.Kata Kunci: Sistem Hukum Agraria-Reforma Agraria-Keadilan Agraria ABSTRACTThe draft articles on land law needs to be established for its use has not been able to prosper the people of Indonesia as mandated by the 1945 Constitution. For the Basic Agrarian Law (BAL) as a basic rule the land needs to be equipped with a regulation, at the level of the shape and approximately the same level. Thus, the draft articles on land law is not intended to replace the BAL. It is a special rule (lex specialis), while the BAL is a general rule (lex generalis). For it is necessary to study the substance that needs to be regulated in the draft articles on land law in order to align with the Law. The normative juridical approach used to develop this study. Analysis of the regulations and library materials is done by qualitatively juridical approach, using systematic legal interpretation. The substance of draft articles on  land law should emphasize on the setting of ownership, and use of land prioritize agrarian justice, which can reduce conflict/dispute agrarian. Agrarian justice is a condition where there is no buildup of ownership and use of land in a person or corporation. Therefore, the charge materials should refer to and aligned with the Basic Agrarian Law, the Legislative Act No. IX/MPR/2001 and Decisions of the Constitutional Court regarding the interpretation of the right of control of the state, as a result of agrarian reform efforts. This is important because, for the harmony of the legal system, the draft articles of land law should become an integral subsystem of the national system of agrarian law. DOI :  https://doi.org/10.23920/jbmh.v1n1.1 Keywords: System-Agrarian Law of Agrarian Reform-Agrarian Justice  
PERALIHAN HAK MILIK MENJADI HAK PAKAI ATAS SARUSUN DI ATAS TANAH HGB KEPADA ORANG ASING DIHUBUNGKAN DENGAN PP NO. 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA JUNCTO PERMEN ATR/KEPALA BP Herliani, Farah; Nurlinda, Ida; Rubiati, Betty
ACTA DIURNAL Vol 2, No 1 (2018): ACTA DIURNAL, Volume 2, Nomor 1, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.658 KB)

Abstract

Seiring peningkatan jumlah Orang Asing di Indonesia, akibat dari globalisasi ekonomi yang terus berkembang. Tidak sedikit dari Orang Asing menjadikan satuan rumah susun sebagai kebutuhan mereka untuk hunian. Pemerintah menerbitkan Permen ATR / Kepala BPN No. 29 Tahun 2016, yang mengatur peralihan status Hak Milik Atas Sarusun (HMASRS) menjadi Hak Pakai Atas Sarusun (HPASRS) di atas tanah HGB kepada Orang Asing, akan tetapi sampai sekarang baik dalam kegiatan ke PPAT an maupun pada Kantor Pertanahan khususnya di Kota Bandung belum terlaksana. Metode yang digunakan yuridis normatif dan dipaparkan secara deskriptif analitis. Data penelitian dikumpulkan melalui studi kepustakaan terhadap data sekunder dan wawancara dengan nara sumber untuk memperoleh data primer. Selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis yuridis kualitatif. Status tanah HGB sebagai tanah bersama pada Sarusun yang dimiliki Orang Asing, apabila telah terjadi peralihan HMASRS menjadi HPASRS tidak mengalami perubahan status hak atas tanah, sehingga Permen tersebut dianggap bertentangan dengan asas nasionalitas dalam UUPA juga dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya. Diterbitkannya HPASRS dianggap telah memberikan kepastian hukum bagi Orang Asing, meskipun sarusun tersebut dibangun di atas tanah HGB. Sehingga nama sertifikat (HPASRS) itu tidak bergantung pada status hak atas tanah yang di atasnya berdiri rumah susun. Namun yang terjadi saat ini peralihan hak menjadi HPASRS belum dapat terlaksana dengan baik sehingga hal tersebut menimbulkan tidak adanya kepastian hukum bagi Orang Asing dalam hal kepemilikan sarusun sebagai hunian.Kata kunci : HMASRS, HPASRS, Sarusun, Orang Asing
KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN ATAS PELANGGARAN ADMINISTRASI TATA RUANG DAN ALIH FUNGSI LAHAN SEMPADAN SUNGAI DALAM RANGKA TERWUJUDNYA TATA RUANG YANG BERKELANJUTAN Wildan Siregar; Ida Nurlinda; Maret Priyanta
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 3 No. 1 (2021): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v3i1.710

Abstract

ABSTRAKPenataan ruang merupakan salah satu instrument pengendalian dan pengeleloaan lingkungan hidup, pemanfaatan ruang harus sesuai dengan peruntukannya dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan sesuai dengan fungsinya, pemanfaatan ruang yang berkualitas yakni mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan mewujudkan keseimbangan antara kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi. Tata ruang sering di abaikan dalam pemanfaatannya, misalnya pelangaran atas sempadan sungai, Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. namun pada kenyataannya sempadan sungai beralih fungsi yang berdampak buruk bagi lingkungan. Penataan ruang memiliki peranan penting untuk menjaga fungsi fungsi ruang yang berkelanjutan, segala pemanfaatan ruang harus berdasarkan kajian RTRW yang sudah di rumuskan ke dalam peraturan tata ruang baik di level Nasional dan daerah, yang saling bersinergi satu sama lain. Untuk di level daerah peran dari pemerintah daerah sangatlah penting dalam pengambilan keputusan pemanfaatan ruang, perlu upaya yang serius dan konsisten untuk selalu bersandar kepada peraturan tata ruang. Sehingga pemanfaatan sesuai dengan fungsinya dapat terwujud dan kerusakan lingkungan dapat di Kelola dengan baik. Kata kunci: penegakan hukum lingkungan; tata ruang; pembangunan berkelanjutan; sempadan sungai ABSTRACTSpatial planning is one of the environmental control and management instruments, the use of space must be in accordance with its designation by considering environmental sustainability in accordance with its function, quality use of space, namely realizing the protection of space functions and preventing and overcoming negative impacts on the environment, and realizing a balance between ecological interests. , social and economic. Spatial planning is often neglected in its utilization, for example the violation of river boundaries. River borders function as a buffer space between river ecosystems and land, so that river functions and human activities are not disturbed by each other. but in reality the river border has changed its function which has a negative impact on the environment. Spatial planning has an important role to maintain sustainable spatial functions, all spatial uses must be based on the RTRW study that has been formulated into spatial regulations both at the national and regional levels, which synergize with each other. At the regional level, the role of local governments is very important in making decisions on spatial use, serious and consistent efforts are needed to always rely on spatial regulations. So that utilization according to its function can be realized and environmental damage can be managed properly.Keywords: environmental law enforcement; spatial planning; sustainable development; river border
EVALUASI DAMPAK BERLAKUNYA PP NO. 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN TANAH PERTANIAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA Ida Nurlinda; Yani Pujiwati; Marenda Ishak s
Sosiohumaniora Vol 15, No 1 (2013): SOSIOHUMANIORA, MARET 2013
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.655 KB) | DOI: 10.24198/sosiohumaniora.v15i1.5244

Abstract

Penetapan UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan bertujuan untuk mencegah terjadinya alih fungsi tanah pertanian. Data BPS (2010), menunjukkan bahwa 27 ribu hektar tanah pertanian dialihfungsikan untuk kepentingan non pertanian. Berdasarkan hal tersebut, UU No. 41/2009 diharapkan mampu menjadi instrumen pengendalian dalam pemanfaatan tanah. Di lain pihak, munculnya PP No 11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar berpotensi terhadap meningkatnya alih fungsi tanah pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi dampak berlakunya PP No 11 tahun 2010 berkaitan dengan kebijakan pengelolaan tanah pertanian; (2) Menjadi dasar dalam perumusan aturan pelaksanaan PP ; (3) mengkaji efektifitas pelaksanaan program terkait oleh dinas lainnya, dalam rangka mewujudkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Evaluasi dilakukan dengan metode analisis yuridis empiris. Selanjutnya, dilakukan kajian evaluasi lahan dalam rangka menilai produktivitas lahan pertanian dan penyebab rendahnya produktivitas lahan dari tanah-tanah yang terindikasi terlantar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; PP 11/2010 ini tidak efektif dalam melakukan pemberdayaan dan penertiban tanah terlantar. Kedua, kordinasi dalam pelaksanaan PP dinilai kurang memadai antar sesama dinas-dinas yang terkait. Ketiga, perlu dilakukan penelitian guna membuat aturan pelaksanaan terhadap penertiban dan pendayagunaan tanah yang lebih adil dan berkelanjutan.
Judge Optics on Environmental Dispute Dispute Objects, Expiration And Community Participation Principles In The Issuance Of Environmental Document Processing On The Case Of Kendeng Wahyu Nugroho; Ida Nurlinda; Bambang Daru Nugroho; Imamul Hadi
Jurnal Cita Hukum Vol 5, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v5i2.7093

Abstract

Different ways of access to justice in Indonesia for minority or homogeneous communities in certainareas that utilize natural resources as part of their lives. Examples of this group are people in themountains kendeng Rembang regency Central Java Province who mostly work as farmers andplanters, against the Governor of Central Java and PT Semen Gresik (Persero) Tbk. upon the issuanceof Central Java Governor Decree No. 660.1 / 17/2012 on Environmental Permit for Mining andConstruction of Cement Plant by PT Semen Gresik (Persero) Tbk. in Rembang District, Central JavaProvince dated June 7, 2012. Kendeng community took three levels of court lane, namely the StateAdministrative Court of Semarang, the State Administrative High Court of Surabaya and the JudicialReview Review. The case is interesting to examine and a good example of access to justice inIndonesia over the issue of environmental permit issuance, in the context of the development ofenvironmental law studies and state administrative law, in particular judge optics as well as stateadministrative officials on the understanding and interpretation of the General Principles ofGovernance the Good (AUPB). DOI: 10.15408/jch.v5i2.7093
Metode Konsolidasi Tanah untuk Pengadaan Tanah yang Partisipasif dan Penataan Ruang yang Terpadu Ida Nurlinda
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 18 No. 2 (2011)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol18.iss2.art1

Abstract

Land acquisition for development especially development for public purpose is always a major problem in terms of the development of public interests. The issues are always centered on the location, compensation, and the definition of public interest itself. This research discusses land consolidation as a method of land acquisition which at the same time becomes the participative and integrated spatial planning instrument. Furthermore, it will discuss the legal aspects that may appear related to land consolidation as a land acquisition method and integrated and participative spatial planning instruments. The research result shows that land consolidation could become the method of participative land consolidation by involving private sector in providing utilities and infrastructure development in a consolidated area. Land consolidation does not only give economic advantages but also social and environmental advantages upon consolidated area.Key words : Land consolidation, land acquisition, spatial planning
Perbandingan Penanganan Tanah Terlantar di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat Ida Nurlinda; Yani Pujiwati; Marenda Ishak
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 21 No. 1: Januari 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol21.iss1.art7

Abstract

This research discusses the problems of: first, the implementation of the Government Regulation No 11 of 2010 on the Control and Utilization of Deserted Land in Tasikmalaya Regency and Sukabumi Regency; and second, the impact of the implementation of the Government Regulation No 11 of 2010 on the Control and Utilization of Deserted Land on the existence of agricultural land in Tasikmalaya and Sukabumi Regencies to realize the food security. This research used the normative juridical method and analytical descriptive research specification.The study concludes that: first, the Government Regulation No 11 of 2010 is not yet effective to resolve the cases existing in Tasikmalaya and Sukabumi Regencies. This results from the obstacles faced by the Government Regulation No. 11 of 2010 in mapping the land indicated as deserted land since, in fact, the identification and research do not involve the institution authorized forthe determination of the deserted land. Second, the utilization of the deserted land is not yet projected to add and optimize the procurement of agricultural land, so the control of the deserted land has no added value nor strengthens the food security in West Java Province.
Strengthening Indonesian Banking Industry to Comply with ASEAN Banking Integration Framework Concerning Reciprocity and Gap-Reduction Principles Tri Handayani; Lastuti Abubakar; Supraba Sekarwati W; Ida Nurlinda
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 5, No 2 (2018): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.008 KB)

Abstract

AbstractIndonesia maintains the commitment to strengthen economic growth and to promote financial stability in the ASEAN region. However, the differences of the economic growth among the ASEAN members become an obstacle for the ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). The ABIF promotes the gap-reduction to enhance the ASEAN members’ capacity to get benefits from the integration framework. However, some countries make some exceptions for the ABIF agenda. One of the benefits of ABIF is that Indonesia Banks can have access to broader market. To get the access, Indonesia has to fulfill as Qualified ASEAN Banks (QABs). One of the criteria is sufficient capital of banks. QABs requires bilateral agreement between state parties and promote the reciprocity and gap reduction principles. For instance, according to a schedule of specific commitment for banking sector, Indonesia and Malaysia had launched commercial presence on July 2017. One of the Indonesian Bank that comply with the criteria of QABs is PT. Bank Mandiri (Persero). It has established a branch office in Malaysia by the end of 2017. Thus, it proves that the Indonesian banking industry is ready to compete in the ASEAN Market.AbstrakIndonesia berkomitmen untuk tetap memperkuat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas keuangan di wilayah ASEAN. Namun demikian, perbedaan pertumbuhan ekonomi diantara Negara-negara anggota ASEAN menjadi hambatan terlaksananya ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). ABIF pada dasarnya dibentuk dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kapasitas Negara-negara anggota ASEAN sehingga mendapatkan manfaat dari ABIF, walaupun beberapa negara masih dikecualikan dari beberapa agenda yang disepakati dalam ABIF. Pelaksanaan ABIF didasarkan pada perjanjian bilateral. Berdasarkan schedule of specific commitment Indonesia dan Malaysia meluncurkan kegiatan komersial banking pada July 2017. Salah satu Bank dari Indonesia yang memenuhi kriteria QABs adalah PT. Bank Mandiri (Persero) dan akan mengoperasikan kantor cabang penuh di Malaysia pada akhir 2017. Dengan demikian, merupakan suatu bukti bahwa industri perbankan Indonesia sudah siap menghadapi persaingan di Pasar ASEAN. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v5n2.a5