Artikel ini menganalisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 56/G/2022/PTUN.MDN tentang pemilihan Kepala Desa Sogar, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah, ditinjau dari perspektif Fikih Siy?sah Dust?riyah. Kasus ini berawal dari Surat Keputusan (SK) Bupati Tapanuli Tengah Nomor 2657/DPMD/2021 tentang pengesahan, pemberhentian, dan pengangkatan kepala desa, yang menetapkan Johan Wesley sebagai kepala desa, padahal ia merupakan calon yang kalah, sedangkan Miresis Marpaung memperoleh suara terbanyak. Merasa dirugikan, beberapa pihak mengajukan gugatan ke PTUN Medan untuk membatalkan SK Bupati tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data kepustakaan dan analisis deskriptif terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim menolak gugatan penggugat karena para penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dari perspektif Fikih Siy?sah Dust?riyah dan Siy?sah Qad?’iyah, putusan PTUN Medan sesuai dengan prinsip-prinsip peradilan dalam Islam, yaitu Istiqlal al-Qadlâ’ (independensi peradilan), al-Mus?wah am?mal Qadlâ’ (persamaan di hadapan hukum), ‘Alaniyatu majlis al-Qadlâ’ (keterbukaan sidang), dan Sulthatu al-Qadlî (kekuasaan kehakiman).
Copyrights © 2025