Fenomena "brain rot" (kebusukan otak) telah menjadi perhatian yang semakin meningkat di kalangan siswa generasi alfa, khususnya di wilayah Indramayu. Kondisi ini merujuk pada penurunan kemampuan berpikir dan konsentrasi yang disebabkan oleh paparan berlebihan terhadap konten digital yang dangkal dan berulang, seperti video pendek di TikTok atau YouTube Shorts, serta gim daring. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi sejauh mana "brain rot" terjadi di kalangan siswa sekolah dasar, faktor-faktor penyebabnya, dan dampaknya terhadap proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi yang dikombinasikan dengan tinjauan pustaka. Partisipan terdiri dari guru-guru sekolah dasar di Indramayu, yang dipilih secara purposif berdasarkan pengalaman langsung mereka dalam mengamati perilaku digital siswa. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi kelas, dan analisis dokumen, kemudian dikaji menggunakan model Miles dan Huberman, yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar guru mengenali tanda-tanda "brain rot" di kalangan siswa generasi alfa, yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi, motivasi belajar yang rendah, dan meningkatnya ketergantungan pada hiburan digital instan dan bernilai rendah. Faktor-faktor utama yang berkontribusi meliputi penggunaan gawai yang berlebihan, kurangnya pengawasan orang tua, budaya literasi yang lemah, dan pengaruh tren media sosial yang viral. Fenomena ini berdampak negatif terhadap kemampuan kognitif, prestasi akademik, dan kesejahteraan emosional siswa. Oleh karena itu, kolaborasi antara guru, orang tua, dan sekolah sangat penting untuk memperkuat literasi digital, mendorong penggunaan teknologi yang produktif, dan merancang strategi pembelajaran adaptif yang merangsang keterampilan berpikir kritis siswa.
Copyrights © 2025