The phenomenon of speech delay in early childhood in Indonesia is increasingly prevalent, with estimates ranging from 5% to 8% among preschool-aged children, according to the Indonesian Pediatric Society (IDAI). One environmental factor under scrutiny is children's exposure to non-dialogue animated films, which are widely broadcast on Indonesian television, such as Larva, Shaun the Sheep, and Masha and the Bear. These shows rely heavily on visual storytelling and character expressions without spoken dialogue, raising concerns about their impact on children's language development. This study aims to analyze how children aged 3 to 8 interpret non-dialogue animated films through a visual semiotic lens. Roland Barthes’ semiotic theory is employed to examine the denotative and connotative meanings of visual signs, while Charles Sanders Peirce’s model is used to classify signs into icons, indices, and symbols. Using a qualitative descriptive method, this study analyzes visual texts and observes children's interpretive responses. The findings indicate that although children can grasp basic narrative messages through visual cues, the absence of verbal language input may hinder vocabulary growth and expressive language development, particularly in the absence of adult interaction. This study contributes to a deeper understanding of the relationship between non-verbal media consumption and the risk of speech delay in early childhood in Indonesia. Abstrak Fenomena keterlambatan bicara pada anak usia dini di Indonesia semakin lazim, dengan perkiraan berkisar antara 5% hingga 8% di antara anak-anak usia prasekolah, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Salah satu faktor lingkungan yang diteliti adalah paparan anak-anak terhadap film animasi non-dialog, yang disiarkan secara luas di televisi Indonesia, seperti Larva, Shaun the Sheep, dan Masha and the Bear. Acara-acara ini sangat bergantung pada penceritaan visual dan ekspresi karakter tanpa dialog lisan, menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap perkembangan bahasa anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana anak-anak berusia 3 hingga 8 tahun menafsirkan film animasi non-dialog melalui perspektif semiotik visual. Teori semiotik Roland Barthes digunakan untuk memeriksa makna denotatif dan konotatif dari tanda-tanda visual, sementara semiotic Charles Sanders Peirce digunakan untuk mengklasifikasikan tanda-tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini menganalisis teks-teks visual dan mengamati respons interpretatif anak-anak. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun anak-anak dapat memahami pesan naratif dasar melalui isyarat visual, kurangnya bahasa verbal dapat menghambat perkembangan kosakata dan bahasa ekspresif, terutama jika tidak ada interaksi dengan orang dewasa. Studi ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara konsumsi media non-verbal dan risiko keterlambatan bicara pada anak usia dini di Indonesia.
Copyrights © 2025