Perkembangan teknologi informasi telah mengubah lanskap hukum dan komunikasi sosial, terutama terkait kebebasan berekspresi di ruang digital. Ruang siber kini menjadi arena baru bagi konflik sosial dan politik, termasuk penyebaran kebencian, pencorengan nama baik, dan juga mobilisasi opini publik. Untuk mengatur dinamika ini, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024. Namun, sejumlah ketentuan pidana dalam UU ITE, khususnya Pasal 27A dan Pasal 28 ayat (2), dipandang problematik karena multitafsir dan berpotensi membatasi kebebasan berbicara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024 menjadi tonggak penting dalam menegaskan prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak konstitusional warga negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji akibat hukum dari putusan tersebut terhadap sistem hukum pidana siber di Indonesia. Dengan menerapkan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual, studi ini menganalisis bagaimana tafsir konstitusional terhadap norma pidana dalam UU ITE dapat mendorong reformasi hukum yang adil, demokratis, serta sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
Copyrights © 2025