Hukum Keimigrasian Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, memberikan perlindungan dan imunitas dari sanksi administratif dan pidana tertentu bagi korban penyelundupan manusia, sejalan dengan komitmen internasional. Namun, di lapangan, banyak dari "korban" merupakan partisipan aktif yang secara sadar dan sukarela membayar penyelundup untuk mencapai negara tujuan. Fenomena ini menciptakan paradoks hukum: individu yang terlibat dalam tindakan ilegal justru dilindungi oleh hukum. Esai ini menganalisis posisi hukum korban yang terlibat aktif dalam praktik penyelundupan manusia menggunakan Teori Pilihan Rasional dan konsep mens rea dalam hukum pidana. Hasil analisis menunjukkan bahwa kerangka hukum saat ini menciptakan kekosongan hukum (legal vacuum) dengan tidak membedakan antara korban pasif dengan partisipan aktif. Akibatnya, hukum gagal memberikan efek jera. Tulisan ini merekomendasikan perlunya menambah definisi dan posisi hukum "korban" agar dapat dikenakan pertanggungjawaban yang proporsional sesuai tingkat keterlibatannya.
Copyrights © 2025