Penelitian ini mengkaji konsep pembantuan dalam hukum pidana Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP dan pembaruannya dalam Pasal 21 di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang KUHP. Pembantuan merupakan bentuk keterlibatan sekunder dalam tindak pidana yang bersifat aksesori, di mana pertanggungjawabannya hanya dapat ditegakkan apabila tindak pidana utama terbukti. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis untuk mengevaluasi unsur-unsur pembantuan, perbedaan dengan bentuk partisipasi pidana lainnya, serta tantangan dalam pembuktiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembantuan memiliki unsur subjektif berupa kesengajaan dan unsur objektif berupa kontribusi nyata terhadap pelaksanaan tindak pidana. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 memberikan pengaturan yang lebih rinci dibandingkan KUHP sebelumnya, termasuk pembatasan jenis tindak pidana yang dapat dikategorikan sebagai pembantuan dan pengurangan ancaman pidana bagi pembantu. Meskipun demikian, penerapan hukum tentang pembantuan menghadapi kendala konseptual dan praktis, terutama dalam membedakan pembantuan dengan turut serta melakukan tindak pidana, serta pembuktian hubungan kausalitas. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi regulasi, penguatan kapasitas penegak hukum, dan panduan interpretasi yang lebih spesifik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem hukum pidana yang lebih adil dan efektif di Indonesia.
Copyrights © 2025