Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan sistem pre-order dalam transaksi jual beli e-commerce yang memungkinkan konsumen melakukan pemesanan dan pembayaran sebelum barang tersedia secara fisik. Meskipun skema ini memberikan keuntungan bagi pelaku usaha, tidak jarang terjadi kelalaian atau kegagalan dalam pemenuhan kewajiban oleh penjual, yang menimbulkan potensi wanprestasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan sistem pre-order dalam perjanjian jual beli melalui e-commerce serta bentuk pertanggungjawaban hukum penjual apabila terjadi wanprestasi, ditinjau dari perspektif hukum perdata. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pre-order merupakan bentuk perjanjian sah menurut Pasal 1320, 1338, dan 1457 KUHPerdata karena memenuhi unsur sepakat, kecakapan, objek tertentu, dan causa yang halal. Dalam hal terjadi wanprestasi, penjual dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 1243 dan 1246 KUHPerdata, dengan dukungan alat bukti elektronik yang diakui melalui Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, pelaku usaha juga bertanggung jawab secara administratif berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dengan demikian, sistem hukum Indonesia telah memberikan dasar normatif yang cukup dalam menegakkan keabsahan dan pertanggungjawaban hukum dalam transaksi pre-order melalui e-commerce.
Copyrights © 2025