Claim Missing Document
Check
Articles

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI SERBA USAHA ARTHA SEJAHTERA GIANYAR PADA SAAT PANDEMI Ni Luh Putu Rai Mirayanti; Dewa Ayu Dian Sawitri
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 5 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.327 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i05.p08

Abstract

Penulisan ini bertujuan guna memahami faktor – faktor penyebab wanprestasi pada perjanjian kredit yang dilakukan oleh nasabah KSU. Artha Sejahtera di masa pandemi covid-19 serta bagaimana penyelesaianya. Dalam penulisan penelitian ini akan membahas mengenai penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit pada Koperasi Serba Usaha Artha Sejahtera saat pandemi covid-19 yang beralamatkan di Jln. Raya Buduk, singakerta, Ubud Gianyar. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode penelitian empiris yang mana menggunakan data primer dan data sekunder dan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh wanprestasi disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Dalam menangani wanprestasi yang telah dilakukan pada KSU. Artha Sejahtera telah dibentuknya tim kredit, kemudian adapaun peringatan awal yang dilakukan apabila terjadi kemacetan dalam kredit yaitu memperingati melalui telepon dan memberikan tempo. Apabila untuk yang ke dua kalinya tidak memenuhi kewajiban, maka akan diberikan surat kepada debitur. Jika masih tidak dapat memenuhi kewajiban untuk yang ke tiga kalinya maka jaminan yang telah diperjanjikan oleh debitur wajib untuk menyerahkannya pada kreditur. Sampai saat ini permasalahan wanprestasi yang terjadi di KSU. Artha Sejahtera masih bisa ditangani dengan baik dan jaminan tersebut telah diberikan oleh debitur. This writing aims to understand the factors that cause default on credit agreements made by KSU customers. Artha Sejahtera during the covid-19 pandemic and how to solve it. In writing this research, we will discuss the settlement of default in the credit agreement at the Artha Sejahtera Multipurpose Cooperative during the covid-19 pandemic which is located at Jln. Raya Buduk, Singakerta, Ubud, Gianyar. The research method used in this paper is an empirical research method which uses primary data and secondary data and data collection techniques through interviews. Based on the results of the interview, the default was caused by two factors, namely internal and external factors. In dealing with defaults that have been carried out at KSU. Artha Sejahtera has formed a credit team, then there is an early warning that is carried out in case of congestion in credit, namely warning by telephone and giving the tempo. If for the second time it does not fulfill the obligations, a letter will be given to the debtor. If it is still unable to fulfill its obligations for the third time, then the guarantee that has been agreed upon by the debtor is obliged to submit it to the creditor. Until now, the problem of default that occurred at KSU. Artha Sejahtera can still be handled properly and the guarantee has been given by the debtor.
HAK EKSEKUTORIAL PEMEGANG JAMINAN HAK TANGGUNGAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITAN Dewa Ayu Dian Sawitri; I Gusti Ngurah Dharma Laksana
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 4 No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.298 KB)

Abstract

Pemberian kredit pada umumnya menggunakan berbagai jaminan. Objek jaminan menurut Bank sebagai kreditur dianggap paling efektif dan aman adalah hak atas tanah. Lembaga Jaminan yang dapat dibebankan pada hak atas tanah adalah hak tanggungan. Hak tanggungan memberikan hak preferen bagi pemegangnya. Tetapi Menurut Pasal 56 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 apabila terjadi kepailitan objek jaminan ditangguhkan selama 90 hari, sehingga ketentuan ini dapat menghalangi pelaksanaan hak parate executie pemegang hak tanggungan, dengan latar belakang tersebut maka dibuat karya ilmiah dengan judul “Hak Eksekutorial Pemegang Jaminan Hak Tanggungan Dalam Undang-Undang Kepailtan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kerugian pemegang hak parate executie dalam Undang-Undang Kepailitan apabila terjadi penangguhan penjualan benda jaminan serta untuk mengetahui bisa atau tidaknya dilakukan penangguhan penjualan benda jaminan dalam setiap kepailitan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan jenis pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan(Statue approach) serta pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penangguhan 90 hari dalam Undang-Undang Kepailitan sangat bertentangan dengan konsep parate executie yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi baik dari sudut hasil penjualan objek jaminan maupun bagi kreditur lainnya. Oleh karena itu disarankan kepada kreditur pemegang hak tanggungan hendaknya melakukan analisa yang mendalam terhadap jaminan yang akan digunakan agar tidak terjadi penurunan nilai jaminan serta kepada pemerintah dan dewan perwakilan rakyat diharapkan melakukan revisi Pasal 56 ayat (1) agar penangguhan penjualan benda jaminan dilakukan dengan seleksi yang benar. Kata Kunci : Hak Eksekutorial, Hak Tanggungan, Kepailitan
Perlindungan Keberadaan Konten Karya Intelektual Dalam Transaksi E-Commerce Berbasis Perjanjian Lisensi Dewa Ayu Dian Sawitri; Ni Ketut Supasti Dharmawan
Kertha Patrika Vol 43 No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2021.v43.i01.p04

Abstract

Keberadaan konten karya intelektual seperti lagu banyak disebarluaskan melalui transaksi elektronik oleh suatu entitas dengan merek tertentu. Spotify adalah salah satu entititas yang menawarkan akun premium yang menyediakan layanan streaming musik digital, podcast, serta video yang menyediakan jutaan lagu dan konten lain dari berbagai artis di seluruh dunia berbasis perjanjian lisensi. Namun, kecanggihan teknologi mempermudah konten premium tersebut diperjualbelikan melalui e-commerce. Penelitian ini mengkaji model perjanjian yang melandasi perlindungan penyebaran konten kekayaan intelektual serta potensi pelanggarannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan pendekatan perundang-undangan dan konsep. Hasil studi menunjukkan bahwa model perjanjian yang melandasi penyebarluasan konten karya intelektual dalam transaksi e-commerce adalah perjanjian lisensi. Keberadaan perjanjian lisensi memberikan hak kepada pihak yang melesinsi untuk menggunakan dan mendapat perlindungan terkait penggunaan hak ekonominya. Penjualan dan penyebarluasan akun premium milik suatu entitas tertentu melalui situs belanja online atau e-commerce oleh pihak yang tidak memiliki lisensi dengan menggunakan merek tertentu seperti Spotify dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas merek. Entitas yang dirugikan dengan perbuatan penggunaan suatu merek tanpa izin, termasuk sebagai pemegang Hak Cipta atas lagu dapat mengajukan gugatan pelanggaran merek dan pelanggaran Hak Cipta.
Perlindungan Transformasi Karya Cipta Lontar Dalam Bentuk Digitalisasi Dewa Ayu Dian Sawitri; Ni Ketut Supasti Dharmawan
Acta Comitas Vol 5 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2020.v05.i02.p08

Abstract

The purpose of this study to examine the protection of transformation of lontar copyrighted works in the form of digitalization and the mechanism of legalizing the transformation of works that were originally in the form of lontar. This study uses a socio-legal researchy method which is a mixture of normative legal research methods with empirical legal research methods. This study uses a statutory approachy, conceptuayl approach and facts. The study results show that the regulation of transformation of lontar copyright works in the form of digitalization is regulatedd in Article 40 paragraph 1 letter n of the Copyright Law which is made possible through an expanded interpretation. It can be stated that the transformation also includes works of traditional cultural expression. The process of legalizing the transformation is included in Article 26 paragraph (1) of the Cultural Promotion Act which explains that the Central Government and the Regional Government are obliged to save the Cultural Promotion Object. Transformation of lontar into the form of digitization is one form of saving against lontar but in the process of this transformation must still refer to the agreement of the owner of the lontar work. Tujuan studi ini untuk mengkaji perlindungan transformasi karya cipta lontar dalam bentuk digitalisasi serta mekanisme legalisasi pentransformasian dari karya yang awalnya berbentuk lontar. Studi ini menggunakan metode penelitian sosio-legal yang merupakan campuran dari metode penelitian hukum normatif dengan metode penelitian hukum empiris. Studi ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan fakta. Hasil studi menunjukkan bahwa pengaturan transformasi karya cipta lontar dalam bentuk digitalisasi diatur dalam Pasal 40 ayat 1 huruf n UU Hak Cipta yang dimungkinkan melalui suatu penafsiran yang diperluas dapat dikemukakan bahwa transformasi juga mencakup karya ekspresi budaya tradisional. Proses legalisasi transformasi termasuk dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan yang menjelaskan bahwa Pemerintah Pusat danjatau Pemerintah Daerah penyelamatan dilakukan wajib Objek Pemajuan Kebudayaan. Transformasi lontar ke dalam bentuk digitalisasi merupakan salah satu bentuk penyelamatan terhadap lontar tetapi dalam proses transformasi ini harus tetap
PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT PEMAKAIAN ZAT BERBAHAYA (MERKURI) DIKALANGAN ANAK MUDA Ni Wayan Jessica Dana; Dewa Ayu Dian Sawitri
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 5 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2022.v11.i05.p04

Abstract

Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk mempelajari serta memahami, bagaimana pertanggung jawaban produsen terhadap konsumen yang mengalami kerugian dalam memakai salah satu produk kosmetik masker organik yang mengandung zat berbahaya serta meningkatkan pengetahuan tentang hukum dikalangan warga negara terutama mengenai hukum Perlindungan Konsumen. Studi ini mempergunakan metode normatif yang bersifat deskriptif. Hasil dari penelitian ini ialah konsumen memiliki hak untuk mendapatkan keselamatan dan keamanan didalam menggunakan barang/jasa konsumen memiliki hak mendapatkan penjelasan informasi tepat serta jujur tentang keadaan produk/dan jasa yang selaras dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan produsen bisa memberikan tanggung jawab dengan memberi kompensasi pada konsumen karena imbas dari kerugian yang ditimbulkan oleh produk dari pelaku bisnis yang selaras dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Masker Organik, Konsumen ABSTRACT The purpose of writing this article is to study and understand how producers are responsible for consumers who experience losses in using one of the organic mask cosmetic products that contain harmful substances and increase knowledge about law among citizens, especially regarding consumer protection law. This study uses a descriptive normative method. The result of this research is that consumers have the right to obtain safety and security in using goods/services, consumers have the right to obtain accurate and honest information about the state of products/and services in line with Article 4 of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. Meanwhile, producers can provide responsibility by compensating consumers because of the impact of losses caused by products from business actors which are in line with Article 19 of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. Keywords: Legal Protection, Organic Mask, Consumer
Classification of Industrial Relations Disputes Settlement in Indonesia: Is it Necessary? Desak Putu Dewi Kasih; Made Suksma Prijandhini Devi Salain; Kadek Agus Sudiarawan; Putri Triari Dwijayanthi; Dewa Ayu Dian Sawitri; Alvyn Chaisar Perwira Nanggala Pratama
Hasanuddin Law Review VOLUME 8 ISSUE 1, APRIL 2022
Publisher : Faculty of Law, Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/halrev.v8i1.3502

Abstract

This study aimed to examine the effect of the disputes classification in the industrial settlement system, comparing arrangements according to the perspective of the International Labor Organization, China, Japan, and Kazakhstan, and trying to find the ideal concept of the type of industrial dispute to apply in Indonesia. This research is normative legal research. The approaches used in this study were the statutory approach, conceptual approach, fact approach, and comparative approach. The results revealed that the classification of disputes in the industrial relations settlement system in Indonesia has an impact on the difficulty of the parties in classifying their disputes. Comparative studies were conducted to determine the classification of disputes in international law as well as in China, Japan, and Kazakhstan. The ideal concept that can be offered to Indonesia is the simplification or elimination of the classification of industrial relations to provide dispute resolution by applying the principles of fast, precise, fair, and inexpensive methods.  
PERLINDUNGAN TERHADAP ONDEL-ONDEL DALAM PERSPEKTIF HAK CIPTA Anak Agung Istri Widya Prabarani; Dewa Ayu Dian Sawitri
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 12 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.315 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i12.p14

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa perlindungan terhadap ondel-ondel berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan mengkaji pengaturan berkaitan dengan pemanfaatan ondel-ondel secara komersial dalam perspektif hak cipta. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif mengingat belum adanya aturan mengenai pemanfaatan EBT secara komersial dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach), pendekatan konsep (conceptual approach) serta pendekatan analisis (analytical approach). Hasil studi menunjukkan bahwa Ondel-ondel yang merupakan salah satu kesenian khas Betawi dapat diklasifikasikan sebagai EBT. Pengaturan terkait pemanfaatan EBT secara komersial ditemukan dalam UU Pemajuan Kebudayaan yang mengatur bahwa dalam hal industri besar dan/atau pihak asing yang akan melakukan Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan untuk kepentingan komersial wajib memiliki izin Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan dari Menteri. This paper aimed to analyze the protection of ondel-ondel based on the provisions of Law Number 28 of 2014 and examine the regulations relating to the commercial use of ondel-ondel in a copyright perspective. This paper used a normative legal research method considering that there are no rules regarding the commercial use of TCE in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. The approach used in this research is a statutory approach, a conceptual approach and an analytical approach. The results of the study indicated that Ondel-ondel which is one of the typical Betawi arts can be classified as TCE. Regulations related to the commercial use of TCE are found in the Law for the Advancement of Culture which stipulates that in the case of large industries and/or foreign parties wishing to use the Objects of Cultural Advancement for commercial purposes, they are required to have a permit for the Utilization of Objects of Cultural Advancement from the Minister.
Model Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Pendekatan Hukum Adat Bali A.A.Istri Ari Atu Dewi; AA Istri Eka Krisnayanti; Dewa Ayu Dian Sawitri
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 3 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i03.p07

Abstract

This aim of this study was to identify, analyze and elaborate the arrangements regarding the protection of Traditional Cultural Expression in Indonesia as well as the model of the role of the Village to protect TCE in Bali. This study was a normative legal research using statutory approach and conceptual approach. The study indicated that in Indonesia, TCE is protected under the Copyright Law, namely in the provisions of Article 38 of the UUHC as well as through the Article 15 of the Cultural Promotion Law. In international law, protection against TCE is implicitly stipulated in Article 15 paragraph (4) of the Berne Convention 1967 and with regard to the model of setting the role of customary villages to protect traditional cultural expression in Bali can be done by applying a model of synergy and coordination between Customary Villages, Communities, Ministers and TCE through the establishment of “awig-awig” or “pararem”, which specifically regulates the protection of TCE in Bali. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelaborasi pengaturan mengenai perlindungan terhadap Ekspresi Budaya Tradisional di Indonesia serta model pengaturan peranan Desa dalam upaya perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional di Bali. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tatanan hukum nasional di Indonesia, EBT dilindungi berdasarkan UUHC, yaitu pada ketentuan Pasal 38 UUHC serta melalui Pasal 15 UU Pemajuan Kebudayaan. Dallam hukum internasional, perlindungan terhadap EBT diberikan secara implisit sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (4) Konvensi Berne 1967 dan dalam kaitannya dengan model pengaturan peranan desa adat dalam upaya perlindungan ekspresi budaya tradisional di Bali dapat dilakukan dengan menerapkan model sinergi dan koordinasi antara Desa Adat, Masyarakat, Pemerintah dalam memebri perlindungan dan pelestarian EBT melalui pengaturan dalam “awig-awig” atau “pararem” yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan EBT yang ada di Desa Adat.
Omed-Omedan as a Traditional Cultural Expression: Legal Protection of a Communal Intellectual Property in Indonesia Putri Triari Dwijayanthi; Putu Aras Samsithawrati; Dewa Ayu Dian Sawitri
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 4 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i04.p05

Abstract

The study was aimed to identify, analyze and elaborate the legal arrangement for communal intellectual property protection in Indonesia, including “omed-omedan”. Further, the study also examined the commercial use mechanism of Traditional Cultural Expression, including “omed-omedan”. This writing was normative legal research using statutory approach and conceptual approach. The study indicates that omed-omedan shall be protected as TCE, hence any commercial use of omed-omedan by major industries and/or foreign investors must obtain a permit and fulfill other obligations including but not limited to the distribution of benefits to customary law community in Banjar Kaja, Sesetan as the custodian.
PENGATURAN TEKNIS PEMBUKTIAN INSIDER TRADING DI INDONESIA Komang Ayu Pradnyatiwi Mustika; Dewa Ayu Dian Sawitri
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 10 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.963 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i10.p06

Abstract

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai pengaturan pengaturan perlindungan investor pada insider trading pada pasar modal Indonesia serta untuk memberikan pengetahuan terkait pengaturan teknis pembuktian insider trading di Indonesia. Metode yang dipergunakan pada penelitian terkait pengaturan teknis pembuktian insider trading di Indonesia ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, pendekatannya yakni pendekatan perundang-undangan untuk melakukan analisis isu hukum penelitian ini. Penelitian ini pada akhirnya menghasilkan yakni jika Perlindungan investor terhadap insider trading dalam pasar modal Indonesia pada hakikatnya diatur dalam UU No. 8/1995, tercantum dalam bab XI dengan judul Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam. Konsep serupa juga terdapat pada UU No. 40/ 2007 yang mana direksi serta komisaris wajib melaksanakan tugas serta fungsi dalam keperluan perusahaan yang memiliki kesesuaian makna serta tujuan perusahaan. Selanjutnya terkait pengaturan teknis pembuktian insider trading di Indonesia belum terdapat pengaturan secara khusus sehingga memprsulit pembuktian pada kasus insider trading di Indonesia sehingga para pelaku insider trading di Indonesia dapat dengan mudah mendapatkan putusan bebas. This study aims to provide an understanding of the regulation of investor protection against insider trading in the Indonesian capital market and to find out the technical arrangements for proving insider trading in Indonesia. The method used in this article related to the technical arrangements for proving insider trading in Indonesia uses normative juridical legal research, with a statutory approach to analyze the legal issues of this article. The result of this study is that if the protection of investors against insider trading in the Indonesian capital market is essentially regulated in Law no. 8/1995 concerning the Capital Market, it is stated in chapter XI with the title Fraud, Market Manipulation, and Insider Trading. A similar concept is also found in Article 92 paragraph (1) and Article 108 paragraph (2) of Law no. 40/2007 concerning Limited Liability Companies in which the directors and commissioners are obliged to carry out their duties and functions in the company's needs that have a conformity with the meaning and purpose of the company. Furthermore, regarding the technical arrangements for proving insider trading in Indonesia, there are no specific arrangements that make it difficult to prove in cases of insider trading in Indonesia so that the perpetrators of insider trading in Indonesia can easily get an acquittal.