Tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang melanggar norma hukum, moral, dan sosial karena dilakukan dengan paksaan di luar ikatan perkawinan. Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaturan perlindungan korban tindak pidana perkosaan antara hukum pidana Indonesia dan Singapura. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan hukum, berdasarkan teori perlindungan korban Barda Nawawi Arief. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan abstrak di Singapura lebih komprehensif karena mengatur pertanggungjawaban pidana tanpa diskriminasi jenis kelamin serta menjatuhkan sanksi tegas berupa pidana cambuk dan penjara hingga 20 tahun. Sebaliknya, Indonesia memiliki perlindungan konkret yang lebih lengkap secara normatif melalui UU TPKS yang memuat restitusi, kompensasi, bantuan hukum, dan rehabilitasi. Namun, Singapura lebih efektif dalam pelaksanaan perlindungan korban melalui lembaga seperti SACC dan PAVE. Dengan demikian, Indonesia unggul secara normatif, sementara Singapura unggul secara implementatif
Copyrights © 2025