Perselingkuhan akhir-akhir ini menjadi topik yang banyak diperbincangkan, baik di media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini tidak lagi hanya dilakukan oleh pria, tetapi juga oleh wanita dari berbagai latar belakang sosial dan usia. Perselingkuhan diartikan sebagai hubungan antara suami atau istri dengan orang lain yang bukan pasangan sahnya. Secara umum, istilah "selingkuh" merujuk pada perilaku yang menyembunyikan sesuatu demi keuntungan pribadi, menunjukkan ketidakjujuran, kecurangan, dan keengganan untuk bersikap terbuka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif tafsir maqāṣid yang dikembangkan oleh Abdul Mustaqim. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Al-Qur’an secara tegas melarang perselingkuhan dalam rumah tangga, yang tercermin dalam ayat-ayat seperti Q.S Al-Anfāl: 27, Q.S An-Nūr: 11–15, dan Q.S An-Nūr: 30–31. Ayat-ayat tersebut tidak hanya melarang perselingkuhan, tetapi juga mengandung kata kunci yang menggambarkan faktor penyebabnya, seperti pengkhianatan, pengabaian amanah, prasangka buruk, penyebaran berita bohong, pertobatan, pencarian ilmu, serta anjuran untuk menjaga pandangan dan kemaluan. Dengan pendekatan tafsir maqāṣidī, nilai-nilai dalam kata kunci tersebut dapat dikaitkan dengan lima prinsip utama maqāṣid al-syarī’ah, yaitu menjaga agama (ḥifẓ al-dīn), jiwa (ḥifẓ al-nafs), akal (ḥifẓ al-‘aql), keturunan (ḥifẓ al-nasl), dan lingkungan (ḥifẓ al-bi’ah). Selain itu, ayat-ayat itu juga merefleksikan dua nilai dasar dalam maqāṣid Al-Qur’an, yakni keadilan (al-‘adālah) dan tanggung jawab (al-ḥurriyyah).
Copyrights © 2025