Penelitian ini mengkaji bagaimana tradisi lisan dan ritual adat Melayu Riau berfungsi sebagai “kurikulum cinta,” yakni seperangkat ajaran afektif dan etis yang diwariskan melalui pantun, syair, lagu zapin, dan prosesi adat pernikahan. Dengan pendekatan kualitatif-etnografis melalui observasi, analisis teks budaya, serta wawancara dengan generasi muda dan tokoh budaya, penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai cinta dalam budaya Melayu tidak hanya hadir sebagai ekspresi estetis, tetapi sebagai struktur moral yang membentuk cara masyarakat memahami, merasakan, dan menjalankan hubungan. Pantun dan syair menanamkan kesopanan, kesabaran, dan komitmen; sementara prosesi adat mematerialkan nilai-nilai tersebut melalui simbol warna, motif, gerak, dan tata upacara. Temuan ini juga menunjukkan bahwa generasi muda tidak meninggalkan nilai tradisi, tetapi menegosiasikannya dengan media dan gaya hidup modern, sehingga kurikulum cinta Melayu tetap relevan dalam bentuk yang lebih adaptif. Penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan afektif Melayu Riau bekerja melalui hubungan erat antara tutur, simbol, dan praktik budaya.
Copyrights © 2025