Artikel ini menganalisis alasan yuridis di balik penolakan permohonan isbat nikah oleh pengadilan agama jakarta selatan dalam kasus rizky febian dan mahalini. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan meninjau dokumen hukum terkait, seperti uu no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam (khi). Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi kesesuaian prosedur hukum pernikahan dengan prinsip-prinsip syariat islam dan hukum negara. Artikel ini menyoroti pentingnya pencatatan perkawinan sebagai bentuk kepastian hukum yang melindungi hak pasangan dan anak. Penolakan tersebut didasarkan pada tidak terpenuhinya salah satu rukun nikah, yaitu keberadaan wali nikah yang sah, yang merupakan elemen fundamental dalam hukum islam. Pengadilan menekankan perlunya pelaksanaan akad ulang dengan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, pencatatan pernikahan di kantor urusan agama (kua) adalah langkah penting untuk memastikan legalitas pernikahan, melindungi status hukum pasangan, dan menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Artikel ini juga menegaskan peran penting hakim dalam menilai keabsahan pernikahan berdasarkan prinsip keadilan, kepastian hukum, dan manfaat bagi masyarakat.
Copyrights © 2025