Sektor pertambangan mineral nikel di Indonesia memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, khususnya di Sulawesi Tengah, tetapi disertai risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tinggi. Regulasi seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 mewajibkan implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) untuk mengelola risiko secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan SMKP di PT XYZ melalui audit internal, mengidentifikasi hambatan, dan memberikan rekomendasi perbaikan, mengingat gap penelitian pada studi spesifik di wilayah ini. Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk eksplorasi mendalam, dengan lokasi di Kabupaten Morowali Utara. Data dikumpul melalui wawancara semi-struktural (3 manajer keselamatan, 5 pengawas, 10 operator), observasi lapangan dengan checklist, dan studi dokumen laporan audit. Pemilihan informan via purposive sampling; validasi dengan triangulasi dan member checking; analisis tematik dibantu NVivo, mengacu Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018. Audit internal SMKP menunjukkan peningkatan kepatuhan dari 24,8% (2023) menjadi 43,3% (2024), dengan temuan mayor menurun dari 34 menjadi 22. Elemen rendah meliputi implementasi (27,4%) dan pemantauan (26,8%), sementara dokumentasi (91,7%) dan tinjauan manajemen (92,3%) mencapai nilai tinggi. Temuan utama: ketidaksesuaian prosedur, kurangnya pelatihan, dan housekeeping suboptimal. Peningkatan mencerminkan komitmen manajemen, namun capaian rendah disebabkan budaya keselamatan reaktif, keterbatasan SDM, dan prioritas ekonomi atas operasional. Dibandingkan best practice seperti PT Vale Indonesia (80% kepatuhan), rekomendasi meliputi pelatihan berkelanjutan, teknologi monitoring, dan penguatan komitmen puncak untuk mengurangi risiko kecelakaan hingga 30%–40%, mendukung operasi berkelanjutan.
Copyrights © 2025