Asia Tenggara pasca-serangan 11 September 2001 dihadapkan pada dinamika ancaman terorisme yang terus berevolusi, bertransformasi dari jaringan terpusat Al-Qaeda menjadi sel-sel terdesentralisasi yang terinspirasi oleh ISIS. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kontra-terorisme ASEAN. Dengan menggunakan metode kualitatif process tracing, penelitian ini menguji tesis bahwa kendala struktural yang inheren pada ASEAN Way, khususnya prinsip non-intervensi dan konsensus, telah menciptakan kesenjangan antara pengambilan keputusan yang formal dengan kebutuhan respons keamanan yang operasional. Temuan menunjukkan dualisme fundamental; ASEAN berhasil membangun pelembagaan diplomasi dan kerangka hukum yang komprehensif, di sisi lain, implementasinya terhambat secara signifikan oleh proses pengambilan keputusan yang condong seremonial. Temuan utama dari tulisan ini mengidentifikasi bahwa hambatan struktural tersebut telah mendorong pergeseran paradigmatik yang pragmatis dari multilateralisme yang luas menuju mekanisme keamanan minilateral yang lebih fungsional diantara negara-negara anggota ASEAN. Implikasinya, fenomena ini tidak hanya menawarkan solusi operasional yang lebih efektif tetapi juga secara fundamental menantang sentralitas ASEAN dalam tata kelola keamanan regional di masa depan.
Copyrights © 2025