Artikel ini mengkaji eskalasi ketegangan historis antara Thailand dan Kamboja ke dalam arena keamanan non-tradisional, khususnya industri beauty pageant. Energi konflik dari sengketa teritorial yang tidak terselesaikan di ranah politik ini menemukan salurannya di panggung budaya populer, mengubahnya menjadi perang proksi di ranah sosio-kultural. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dinamika perseteruan di panggung kontes kecantikan berfungsi sebagai proksi dari konflik identitas yang belum terselesaikan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus yang berfokus pada kontroversi terkini, kerangka Onion Analogy dari Simon Fisher diterapkan sebagai alat analisis utama untuk membedah tiap lapisan konflik mulai dari positions, interests, hingga needs fundamental kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perseteruan ini merupakan manifestasi dari kebutuhan mendasar kedua negara atas keamanan, martabat nasional, dan kedaulatan budaya. Fenomena ini mengekspos keterbatasan diplomasi regional tradisional seperti "The ASEAN Way" dalam mengelola sengketa berbasis identitas yang diperkuat oleh nasionalisme digital, serta menggarisbawahi pentingnya ranah budaya sebagai medan konflik yang signifikan dalam studi keamanan Asia Tenggara.
Copyrights © 2025