Artikel ini membahas secara mendalam bentuk dominasi militer dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik di Papua pada era pascareformasi, dengan menggunakan pendekatan hubungan sipil-militer subjektif sebagaimana dikonseptualisasikan oleh Samuel P. Huntington (1957) dan Rebecca L. Schiff (1995). Pendekatan ini digunakan untuk memahami bagaimana militer tidak hanya berperan dalam menjaga keamanan nasional, tetapi juga memperluas fungsinya hingga ke ranah sipil seperti pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, serta pengelolaan sumber daya ekonomi lokal. Melalui desain studi kasus dan metode kualitatif-deskriptif, penelitian ini menelaah dinamika relasi kekuasaan antara institusi militer dan pemerintahan sipil di wilayah kepulauan yang memiliki karakteristik geografis dan sosial yang kompleks seperti Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam urusan non-pertahanan telah memperlemah kapasitas kelembagaan sipil, mempersempit ruang partisipasi masyarakat adat, serta memperdalam kesenjangan kekuasaan antara pusat dan daerah. Dominasi militer dalam proses kebijakan juga menciptakan pola ketergantungan struktural terhadap institusi keamanan negara. Oleh karena itu, artikel ini merekomendasikan perlunya reposisi peran militer agar kembali pada fungsi pertahanan murni, serta penguatan institusi sipil dan kearifan lokal dalam tata kelola pemerintahan daerah. Penguatan civilian control dan partisipasi masyarakat adat menjadi kunci menuju tata kelola keamanan dan pembangunan Papua yang lebih demokratis, inklusif, dan berkeadilan sosial.Keywords: hubungan sipil-militer, kebijakan publik, Papua,pembangunan, reformasi, keamanan nasional.
Copyrights © 2025