Sengketa korporasi antara PT Asaba Utama Corporatama dan PT Staedtler Indonesia menunjukkan kompleksitas hubungan hukum antara perseroan lokal dan korporasi asing. Dalam perkara ini, penggugat menilai penutupan pabrik Staedtler di Indonesia serta pengalihan teknologi “know-how pensil plastik” dilakukan tanpa persetujuan dan melanggar Anggaran Dasar Perseroan. Namun, dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi Banten membatalkan putusan Pengadilan Negeri Serang dengan alasan yurisdiksi dan menilai hubungan hukum tersebut lebih didasarkan pada perjanjian antar pihak. Artikel ini menganalisis dasar hukum pertimbangan hakim dalam menentukan apakah putusan seharusnya berpedoman pada Anggaran Dasar Perseroan (lex societatis) atau pada perjanjian (lex contractus). Melalui pendekatan yuridis-normatif dan analisis terhadap teori korporasi serta asas kebebasan berkontrak, ditemukan bahwa hakim harus menyeimbangkan kedudukan AD/PT sebagai hukum internal perseroan dengan kekuatan mengikat perjanjian sebagai hukum antar pihak. Dalam konteks investasi asing dan joint venture, pengabaian AD/PT dapat mengikis prinsip corporate governance dan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas
Copyrights © 2025