Perempuan Bugis-Makassar menjalani kehidupan dalam struktur sosial yang masih kuat dipengaruhi budaya patriarkal dan nilai siri’ sebagai penjaga kehormatan keluarga. Pendidikan memberikan peluang baru bagi perempuan untuk memperoleh modal budaya yang berperan dalam peningkatan posisi sosial, baik di ranah domestik maupun publik. Penelitian ini bertujuan memahami pengalaman perempuan Bugis-Makassar dalam memanfaatkan pendidikan sebagai modal budaya untuk mencapai mobilitas sosial berdasarkan perspektif Pierre Bourdieu. Pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi digunakan untuk menggali pengalaman subjektif sembilan perempuan yang berasal dari berbagai latar pendidikan, pekerjaan, dan status keluarga. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan dianalisis menggunakan konsep habitus, modal, dan arena Bourdieu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan membentuk transformasi habitus pada perempuan, ditandai dengan meningkatnya kesadaran diri, kemampuan berpikir kritis, serta kepercayaan diri dalam menyuarakan pendapat. Pekerjaan menjadi arena yang memberikan legitimasi kompetensi mereka, meskipun peran domestik dan pengawasan moral tetap menjadi beban ganda yang harus dijalani. Mobilitas sosial perempuan bersifat terbatas dan bersyarat karena masih terikat pada regulasi budaya patriarkal yang menilai perempuan melalui citra keluarga. Perubahan yang terjadi bersifat gradual namun konsisten, menunjukkan bahwa perempuan Bugis-Makassar sedang memperluas ruang sosialnya melalui strategi negosiasi halus yang menjaga harmoni budaya. Pendidikan menjadi kekuatan transformasional yang menggerakkan perempuan menuju kehidupan yang lebih setara tanpa meninggalkan akar budayanya.
Copyrights © 2026