Perkembangan layanan kesehatan di Indonesia menunjukkan perkembangan cukup pesat, terutama sejak hadirnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan yang kini mencakup lebih dari 96,8% penduduk. Cakupan yang hampir menyeluruh ini menciptakan dinamika baru dalam pasar layanan kesehatan dan memberikan ancaman yang cukup besar bagi klinik non-BPJS. Tanpa dukungan skema kapitasi, klinik non-BPJS harus mengandalkan kemampuan manajerial dan strategi internal untuk tetap bertahan serta mempertahankan jumlah pasien. Penelitian ini berupaya merumuskan strategi manajerial yang relevan bagi klinik non-BPJS agar mampu meningkatkan daya saingnya. Pendekatan yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif melalui systematic literature review terhadap 20 sumber ilmiah berupa jurnal, buku, laporan industri, dan regulasi kesehatan. Proses analisis dilakukan dengan memanfaatkan teknik tematik, SWOT, dan Porter’s Five Forces untuk menangkap pola, peluang, serta tantangan yang memengaruhi kinerja klinik non-BPJS dalam industri kesehatan yang semakin kompetitif. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa terdapat tiga strategi utama yang secara konsisten muncul dalam literatur. Pertama, diferensiasi layanan, terutama melalui penguatan Unique Selling Point (USP), pengembangan layanan premium, dan peningkatan pengalaman pasien. Kedua, efisiensi operasional, termasuk optimalisasi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi kesehatan, serta pengendalian biaya operasional. Ketiga, kepatuhan terhadap regulasi, khususnya terkait standar akreditasi dan tata kelola klinik, yang menjadi dasar penting untuk membangun kepercayaan publik. Ketiga strategi tersebut, apabila diintegrasikan secara tepat, dapat membentuk model manajerial yang lebih adaptif sekaligus memperkuat posisi kompetitif klinik non-BPJS. Temuan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi pengembangan manajemen layanan kesehatan, khususnya pada fasilitas yang beroperasi di luar skema BPJS.
Copyrights © 2026