Deglobalisasi telah menjadi fenomena ekonomi global yang semakin menonjol pasca pandemi COVID-19, ditandai dengan pergeseran rantai pasok, meningkatnya proteksionisme, dan fragmentasi perdagangan internasional. Kondisi ini membawa tantangan serius bagi negara berkembang yang selama ini sangat bergantung pada pasar global untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan sosial. Beberapa laporan lembaga internasional menunjukkan bahwa fragmentasi ekonomi dunia berpotensi memperlebar ketimpangan kesejahteraan antar negara, serta memicu stagnasi ekonomi di kawasan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak deglobalisasi dan fragmentasi ekonomi global terhadap kesejahteraan negara berkembang, khususnya di kawasan Asia Tenggara, serta merumuskan strategi ketahanan ekonomi yang adaptif dalam menghadapi perubahan pola perdagangan dan investasi global. Metode yang digunakan adalah mixed-method dengan pendekatan sequential explanatory. Data kuantitatif diperoleh dari laporan UNCTAD, World Bank, dan ASEAN Statistics terkait perdagangan, investasi asing langsung (FDI), dan indeks kesejahteraan sosial periode 2018–2024. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pakar ekonomi dan pembuat kebijakan di Indonesia dan Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deglobalisasi menyebabkan penurunan signifikan nilai ekspor negara berkembang hingga 18% dalam tiga tahun terakhir, disertai pelemahan daya beli masyarakat. Selain itu, terjadi peningkatan ketimpangan kesejahteraan akibat terbatasnya akses pasar internasional bagi UMKM dan tenaga kerja sektor informal. Studi ini merekomendasikan diversifikasi pasar domestik, peningkatan konektivitas antar-negara berkembang, serta reformasi kebijakan ketenagakerjaan sebagai strategi adaptif menghadapi era fragmentasi ekonomi global.
Copyrights © 2025