Perlindungan hak asasi manusia menjadi salah satu pilar utama dalam perkembangan hukum modern, di mana instrumen internasional berperan sebagai dasar untuk menjamin penghormatan terhadap martabat manusia. Meskipun standar-standar tersebut telah diterima secara luas, negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand memiliki pendekatan yang berbeda dalam meratifikasi serta mengimplementasikannya. Indonesia, khususnya setelah reformasi, cenderung mengambil langkah lebih progresif melalui ratifikasi berbagai instrumen penting. Namun, implementasi di tingkat nasional masih menghadapi hambatan struktural, mulai dari lemahnya koordinasi kebijakan hingga keterbatasan kapasitas lembaga penegak hak asasi manusia. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia dan Thailand memilih pendekatan yang lebih berhati-hati, dengan mempertimbangkan kepentingan domestik, stabilitas politik, serta sensitivitas budaya. Meskipun demikian, masing-masing negara menunjukkan keunggulan dalam isu tertentu. Malaysia dinilai lebih baik dalam perlindungan bagi pekerja migran karena adanya kebijakan yang lebih terarah, sedangkan Thailand menonjol dalam pengembangan regulasi perlindungan data pribadi yang lebih komprehensif. Penelitian ini membandingkan pola ratifikasi, penerjemahan instrumen internasional ke dalam hukum nasional, efektivitas lembaga hak asasi manusia, serta perlindungan terhadap isu-isu khusus seperti kebebasan berpendapat, kelompok minoritas, dan pengungsi. Temuan menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi hak asasi manusia sangat dipengaruhi oleh komitmen politik, harmonisasi kebijakan, serta kapasitas kelembagaan. Kajian ini menegaskan bahwa meskipun terdapat kemajuan signifikan, ketiga negara masih memerlukan penguatan mekanisme pelaksanaan agar instrumen internasional dapat terwujud secara efektif dalam praktik
Copyrights © 2026