Lie detector adalah sebuah alat pendeteksi kebohongan yang mengukur perubahan fisiologis seperti tekanan darah dan denyut jantung berdasarkan gagasan bahwa penipuan melibatkan unsur kecemasan. Adanya kegunaan alat lie detectortersebut, pada awalnya membantu Kepolisian untuk mengetahui kebohongan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, sehingga Kepolisian bisa dengan mudah untuk mengetahui apakah pelaku kejahatan tersebut jujur atau tidak jujur atas pembicaraan yang telah dikatakannya. Akan tetapi, lama-kelamaan penggunaan alat lie detectortersebut dirasakan semakin tidak efektif..Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan dan apakah yang menjadi faktor penghambat penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector)dalam proses penyidikan.Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris yang bersumber pada data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Responden dalam penelitian ini adalah Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila dan penyidik polda Lampung serta analisis data secara kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan adalah hasil pemeriksaan alat deteksi kebohongan atau lie detektor yang dilakukan oleh penyidik pada saat melakukan pemeriksaan kepada tersangka bukan menjadi alat bukti utama untuk menggali keterangan pelaku.Hasil dari alat pendeteksi kebohongan itu tidak dapat berdiri sendiri.Cara kerja lie detector adalah dengan menempelkan atau memasang alat di tubuh seseorang dan mengajukan pertanyaan kepada orang yang diuji serta hasil dari tes tersebut akan tertulis di kertas photograph yang dapat dibaca atau diperiksa oleh ahlinya (dokter dan psikolog) serta penyidik, serta hasil pemeriksaan lie detector harus disandingkan dengan alat bukti lainnya untuk memperkuat proses penyidikan kepolisian. Faktor yang menjadi penghambat penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan (lie detector) dalam proses penyidikan diantaranya faktor aparat penegak hukum,faktor sarana dan prasarana dan faktor masyarakat..Adapun saran yang dapat dikemukakan yaitu Pihak kepolisian diharapkan dapat menambah personil penyidik yang berbasiskan pendidikan atau keahlian psikolog agar dapat lebih menguasai penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector). DAFTAR PUSTAKAKurniawan, Agung. 2005. Tranformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.Kurniawan. Moch Haikhal. 2008. Penggunaan Metode Sketsa Wajah Dalam Menemukan Pelaku Tindak Pidana. Surakarta: Universitas Muhamaddiyah Surakarta.Lubis, dkk. 1987. Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro). Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia.Makarim, Edmon. 2003. Komplikasi Hukum Telematika. Jakarta: Rajawali Grapindo Persada.Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan). Jakarta: Sinar Grafika.Masriani, Yulies Tiena. 2004. Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika.Permana, Is Heru. 2007. Politik Kriminal. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.Prodjohamijojo, Martiman. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Ghalia IndonesiaSoekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Bandung: UI Press Alumni..________________. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.Undang-undang terkait :Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tugas dan Kewenangan Polisi..Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Internet :http://www.gresnews.com/berita/hukum/101257-menakar-penggunaan-alat-pendeteksi-kebohongan-dalam-kasus-jis/0/.Ika Abshita Dewi, Psikologi Pembelajaran Matematika, http://abshitamath.blogspot.com.
Copyrights © 2018