Fenomena politik Indonesia tidak bisa menyelesaikan jika tidak belajar dalamperspektif etos politik. Indonesia sering dianggap sebagai bagian dari timur yanglemah lembut, membantu-orang, tetapi di sisi lain beberapa penelitian tentang etoskepribadian Indonesia yang diprediksi oleh Mochtar Lubis pada tahun 1977 jawab atas tindakan, keputusan, meskipun, dan lain-lain, 3. semangat feodalisme yangdiwujudkan dalam perilaku feodalisme, 4) percaya pada takhayul, artistik, dan 5) lemahdalam karakter. Versi Mochtar Lubis tentang karakteristik dasar dari Indonesia masihperlu dipelajari dan bahkan diperdebatkan, karena orang bisa berubah kapan saja.Psikolog, Sarlito Wirawan Sarwono menyebutkan beberapa karakteristik lebih tepatsebagai “profil kepribadian”, sementara itu di bidang antropologi, karakteristik bisadisebut sebagai “etos” atau “sifat khusus” dari sebuah komunitas sebagai studi RuthBenedict (1962) tentang etos dalam Pola buku berjudul Kebudayaan.Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pemikiran Mochtar Lubis pada tahun 1977yang pada beberapa bagian masih menunjukkan tentang kesamaan dan berhubungandengan orang-orang bagaimana Indonesia berdasarkan antropolog Koentjaraningrat.Studi perhatian dengan dua penulis ini Indonesia (wartawan senior dan seorangantropolog). Ini akan membuat tipologi tentang etos bagaimana politik masyarakatIndonesia. Dengan demikian, beberapa fenomena politik seperti “kutu loncat” dari satupihak ke pihak lain, uang korupsi secara bersamaan, tidak konsisten denganmengatakan dan tindakan (selama kampanye dan telah memenangkan pemilu) akandimengerti. Selanjutnya adalah, pengetahuan kita tentang etos politik ini akan bergunasetidaknya dalam dua hal: (1) akademik dan, (2) praktis. Secara akademis, penelitian inidiharapkan dapat menjadi referensi dan sebuah studi yang menarik di bidang sosiologipolitik, antropologi politik atau psikologi politik dan praktis penelitian ini juga bergunabagi para pembuat kebijakan di kedua pemerintah atau partai politik.
Copyrights © 2014