Jurnal PENA : Penelitian dan Penalaran
Vol 5, No 2 (2018)

SELISIK MAKNA PAMALI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SUKU KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA MELALUI KAJIAN SEMIOTIKA SOSIAL HALLIDAY

Muhammad Yusuf Abdullah (Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Makassar)
Reski Dian Utami (Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Makassar)
Nurfadillah Nurfadillah (Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Makassar)



Article Info

Publish Date
22 Dec 2018

Abstract

Ungkapan tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu ungkapan pamali. Pamali berarti ungkapan-ungkapan yang mengandung semacam larangan atau pantangan untuk dilakukan. Salah satu daerah yang masih memegang teguh adat dan tradisinya, termasuk ungkapan pamali adalah Kajang. Pamali mengandung pesan sehingga harus benar-benar dipahami maknanya agar tidak terjadi kesalahan persepsi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam pamali masyarakat Kajang, khususnya Kawasan adat. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian semiotika sosial Halliday dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang dianalisis adalah data lisan berupa pamali yang diperoleh melalui wawancara terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang berstatus sebagai informan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pamali masyarakat kawasan adat merupakan suatu tanda simbol yang bermakna. Pamali menjadi bagian dari kekayaan pengungkapan kepercayaan masyarakat Kajang. Sekalipun telah mengalami banyak pergeseran, namun kekhawatiran masyarakatnya yang tidak ingin mencederai kesakralan kawasan adat Kajang menjadikan pamali tetap ada dan memiliki kedudukan yang tinggi bagi masyarakat Kajang. Beberapa pamali yang masih diyakini oleh ketua adat atau ammatoa yaitu kasimpalli a’baju balla nu bahanna battu ri batu eja (pamali membuat rumah dengan bahan bakunya adalah batu bata, kasimpalli ammake panggalasa bangkeng (pamali menggunakan alas kaki), kasimpalli ammake baju eja (pamali menggunakan baju merah), kasimpalli anggalle parring ri borong ada’a (pamali mengambil rotan di hutan adat), kasimpalli anggalle gambarana i ammatoa na bahinenna (pamali mengambil gambar sang ammatoa beserta istrinya), kasimpalli a’gesere dapuru ri bokoang (pamali menggeser dapur ke belakang), kasimpalli nu makkala na lohe bicaranna burunnena tu disala ia mate ri bahinenna pakonjo todo bagi bahine tu disala ia ri burunena (pamali tertawa dan banyak bicara bagi suami yang ditinggal oleh istrinya (meninggal) begitu pun dengan istri yang ditinggal oleh suaminya). Jika memakai perspektif budaya dalam konsep pelestarian, kepercayaan terhadap pamali dipandang sebagai langkah untuk terus mempertahankan tradisi lisan yang turun-temurun diwariskan oleh generasi sebelumnya. Kata Kunci: Kajang, Pamali, Semiotika

Copyrights © 2018